When The Body Says No Bab 5

Narasi Buku 

Judul : When The Body Says No

Penulis : Gabor Mate, M.D.

Bab 5 

Tidak Pernah Cukup Baik 


Bab ini membahas tentang kanker payudara. Pasien kanker payudara sering hanya ditangani secara medis. Karena menganggap bahwa tidak ada kaitan kekambuhan kanker payudara dengan kondisi emosional pasien. Tetapi lebih banyak disebabkan oleh hormon dan faktor genetika. Sebagian disebabkan oleh lingkungan dan gaya hidup. Namun sebaliknya, penelitian lanjutan menunjukkan bahwa stress emosional adalah penyebab utama keganasan kanker payudara. 


Hormon dan emosi saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan fungsinya satu sama lain. Salah satu cara utama emosi bertindak secara biologis dalam penyebab kanker adalah melalui efek hormon. Beberapa hormon-estrogen misalnya, mendorong pertumbuhan tumor. Hormon lainnya meningkatkan perkembangan kanker dengan mengurangi kapasitas sistem kekebalan tubuh untuk menghancurkan sel-sel ganas. 


Bagaimana hormon dan stress berhubungan?

Produksi hormon sangat dipengaruhi oleh stres psikologis. Misalnya pada fungsi ovarium dan siklus menstruasi dipengaruhi oleh stres emosional. Stres yang berlebihan bahkan dapat menghambat menstruasi. 

Sistem hormonal tubuh terkait erat dengan pusat otak dimana emosi dialami dan ditafsirkan. Alat hormonal dan pusat emosi saling berhubungan dengan sistem kekebalan dan sistem saraf. Keempatnya berhubungan satu sama lain, tidak berdiri sendiri saat stres terjadi.


Emosi secara langsung memodulasi sistem kekebalan tubuh. Studi di National Cancer Institute AS, menemukan bahwa sel pembunuh alami, bagian penting dari sel-sel kekebalan tubuh lebih aktif pada pasien kanker payudara yang mampu mengekspresikan kemarahan, untuk mengambil sikap melawan dan yang memiliki dukungan sosial. Sel pembunuh alami menyerang sel-sel ganas dan menghancurkannya. Para wanita ini memiliki penyebaran sel kanker yang lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang merepresi kemarahannya dan kurang memiliki dukungan sosial. 


Stres bukan hanya masalah stimulus eksternal tetapi juga respons individu. Misalnya temperamen bawaan, riwayat hidup, pola emosional, sumber daya fisik dan mental, dukungan sosial dan ekonomi sangat bervariasi. 


Dalam kebanyakan kasus kanker payudara, tekanan tersembunyi dan kronis mereka berasal dari pengalaman masa kanak-kanak, pemrograman emosional awal dan gaya mengatasi psikologis bawah sadar.  Mereka menumpuk selama seumur hidup sehingga membuat seseorang rentan terhadap penyakit. 


Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih rentan terkena kanker payudara  jika masa kanak-kanak mereka ditandai dengan keterputusan emosional dari tua atau gangguan lain dalam pengasuhan mereka. JIka merek cenderung menekan emosi, terutama kemarahan, juga jika kurang memelihara hubungan sosial di masa dewasa, dan jika mereka adalah tipe pengasuh yang altruistik (lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri) dan kompulsif (tetap melakukan sesuatu meski merugikan kesehatan, pekerjaan dan hubungan).


"Penekanan kemarahan yang ekstrem” adalah karakteristik paling umum diidentifikasi dari pasien kanker payudara. dalam sebuah penelitian di Inggris tahun 1974. Temuan utamanya adalah hubungan yang signifikan antara diagnosis kanker payudara dan pola perilaku, bertahan sepanjang kehidupan dewasa seseorang yaitu pelepasan emosi yang tidak normal. Abnormalitas in merupakan penekanan kemarahan yang ekstrem dan terjadi pada pasien di atas 40 tahun yaitu penekanan ekstrim terhadap perasaan lain. 


Sebuah evaluasi psikoanalitik tahun 1952 juga menunjukkan kesimpulan yang sama, pasien menunjukkan ketidakmampuan untuk melepaskan atau menangani dengan tepat kemarahan, agresi atau permusuhan, dan malah ditutupi dengan topeng kesenangan (menunjukkan tidak terjadi hal yang menyedihkan pada dirinya padahal yang terjadi adalah sebaliknya). Konflik pasien yang belum terselesaikan dimanifestasikan melalui penolakan dan perilaku pengorbanan diri yang tidak realistik. 


Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sandra Levi dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa merepresi kemarahan meningkatkan risiko kanker karena memperbesar paparan stres fisiologis. Jika orang tidak dapat mengenali penyusupan/bahaya yang mengancam dirinya, atau tidak dapat mengambil sikap yang tegas saat terjadi hal yang membuat diri mereka terancam. Tubuh mereka kemungkinan besar akan berulang kali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh stres. 


Hubungan langsung antara pengalaman masa kanak-kanak dan stress orang dewasa telah terlewatkan selama bertahun-tahun oleh banyak peneliti. Pengalaman masa kecilnya mungkin tidak berpengaruh secara langsung, tapi kemampuan mereka untuk mengatasi stress dipengaruhi oleh pengasuhan mereka saat masih kecil.

Stres sangat relatif. Peristiwa eksternal yang sama akan memiliki dampak fisiologis yang berbeda pada tiap orang. Misalnya, kematian seseorang yang dekat dengan kita, akan berdampak berbeda pada orang yang memiliki hubungan yang baik dalam keluarga dengan seseorang yang sendirian atau terputus hubungan keluarga. 


Beberapa contoh kasus :

Kasus Michelle

Michelle seorang wanita berusia 39 tahun menyadari ada benjolan di payudaranya. Dia segera menyadari bahwa salah satu penyebabnya adalah stres karena sebelumnya dia mengalami pengalaman kehidupan yang pahit. Dia kehilangan pekerjaannya. 

Selain itu, pengalaman pengasuhan michelle ditengarai juga ikut andil memperparah kondisi kanker payudaranya. 

Michelle dibesarkan di rumah dengan kondisi kedua orang tua pecandu alkohol. Meski mereka mencintainya sebaik yang mereka bisa, tapi sepanjang hidupnya michelle bingung dengan kondisi itu. Orangtuanya mencintainya tapi mereka tetap menjadi pecandu alkohol. Dia menanggung beban stres selama bertahun-tahun. Dengan mengurus kebutuhan emosional orang lain daripada kebutuhan emosional dirinya sendiri. 


Kasus Melvin

Melvin seorang awak kapal berusia 51 tahun, didiagnosa kanker payudara setelah mengalami masalah yang cukup besar. Dia dituduh melakukan pelanggaran hukum penangkapan ikan. meski bukan dia yang melakukannya, tapi dia harus menanggung akibatnya  karena teman-temannya berlepas tangan dan menyangkalnya. Dia harus menanggung malu dan mendapat cemoohan karena beritanya dimuat di koran sehingga semua orang tahu. Apalagi sebagai temannya juga menyalahkannya karena tidak membela diri. Ini membuatnya semakin stres karena dia merasa sudah menjadi orang yang paling berhati-hati tapi tetap saja melakukan kesalahan. Dia menanggung kesalahan dan pekerjaan yang bukan bagiannya dan tak mampu membela dirinya. Dia lebih baik mengalah untuk urusan orang lain meski harus mengorbankan dirinya. 

Saat ditanya tentang masa kecilnya, Melvin mengungkapkan bahwa ayahnya sangat bangga dengan nya dan saudara perempuannya karena mereka cukup berprestasi. Tapi kehangatan dan kasih sayang tidak ada hubungannya dengan prestasi. Harusnya orang tua tetap mencintai anaknya terlepas mereka berprestasi atau tidak. Lalu bagaimana hubungan dengan ibunya? Melvin mengungkapkan ibunya tidak terlalu sayang kepadanya. Keterputusan hubungan antara orangtua dan anak dalam kasus Melvin menjadi faktor yang memperparah kanker payudaranya. 


Kasus David 

David, seorang polisi menderita empat kanker terpisah. Pada salah satu ginjalnya, payudaranya dan dua kali di kandung kemihnya. Penyebabnya juga ditandai dengan kurangnya kehangatan. Saat usia 3 tahun, perang dunia kedua pecah. Dia dibesarkan dalam suasana perang. Kedua orangtuanya bekerja, dan dia hampir jarang bertemu dengan orangtuanya. Dia dan adik perempuannya sudah terbiasa mengurus dirinya sendiri meski mereka masih kecil. 

Menurut David, pernikahan kedua orangtuanya bukan pernikahan yang bahagia. Masing-masing sibuk dengan pekerjaannya. Saat malam, ayahnya sering pergi keluar rumah  untuk bermain billiard dengan teman-temannya. David, tidak terlalu menghormati ibunya. Menurutnya ibunya selalu mengharapkan nya melakukan lebih dari yang dia bisa. Menuntut dirinya dan keluarganya untuk tampil melebihi kemampuan yang mereka miliki. 

“Ketika kamu kecewa sebagai seorang anak, ketika kamu merasa tidak mengerti, ketika kamu merasa bermasalah secara emosional, kepada siapa kamu bercerita?”

Kekosongan inilah yang dialami David. 

Ayahnya tidak pernah ada untuk diajak berbicara, dan dia juga enggan berbicara dengan ibunya, karena ekspresi favorit ibunya adalah “Oh, kamu konyol”. David tidak pernah menunjukkan kemarahan kepada orang tuanya meski dia sangat marah. Dia menyimpan banyak kemarahan dalam dirinya. Faktor inilah yang diduga memperparah kondisi kanker payudara David. Penekanan kemarahan yang ekstrim. 


Kasus Anna

Anna, Ibu 3 anak berusia pertengahan empat puluhan. Dia didiagnosa menderita kanker payudara. Mewarisi gen kanker payudara dari ayahnya. Namun, ini bukan penyebab tunggal, karena saudara Anna yang juga mewarisi gen ayahnya tidak menderita kanker payudara. Anna meyakini bahwa stress yang dialami turut berperan. 

Suami pertamanya, seorang pengusaha, menganiayanya secara emosional selama pernikahannya. Saat berpisah pun,dia juga dilecehkan secara fisik. Dia membiarkan dirinya tersiksa dan tidak membela diri. Dia tidak memiliki cukup harga diri. “Apakah aku sudah cukup baik, bisakah kau mencintaiku. Dia merasa tidak pernah cukup baik. Dia membiarkan dirinya, perasaan dan tubuhnya tersiksa. Sampai dia harus minum delapan obat resep untuk depresi, kecemasan, insomnia, sakit dn nyeri, dan masalah usus. 

Anna cocok dengan pola “perilaku mengorbankan diri yang tidak realistis. 

Selain masalah dengan suaminya. Anna adalah  satu-satunya diantara empat bersaudara yang harus bertanggung jawab atas ayahnya, yang berusia 80-an. Saudara-saudaranya tidak mau turut serta merawat ayahnya. Selain harus berjibaku dengan masalahnya, anna harus berjuang juga untuk merawat ayahnya. 

Anna merasa berulang kali ditinggalkan ibunya, yang lebih menyayangi kakaknya. jadi dia tidak ingin kehilangan kasih sayang ayahnya juga. Meski dengan itu dia harus mengorbankan dirinya juga. Meski dengan itu, dia harus menerima perlakuan ayahnya yang terkadang kurang menyenangkan dan dirasanya kurang pantas dilakukan seorang ayah kepada putrinya. 

Anna mengorbankan dirinya sendiri demi kebahagian orang lain. 


Kasus Betty Ford

Betty Ford, mantan ibu negara AS. Menikah dengan politisi yang ambisius. Kariernya mendominasi hidupnya, menenggelamkan kehidupan rumah tangga mereka. Secara emosional dia stress karena harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan politik suaminya dan tidak bisa menjadi dirinya sendiri. 

Dia selalu merasa tidak cukup baik . 

Tanpa Betty sadari, perasaan itu muncul dari pola pengasuhan yang diterapkan ibunya. Betti menggambarkan ibunya sebagai berikut, 

Ibu  saya  adalah  wanita  yang  luar  biasa,  kuat,  baik  hati,  dan  berprinsip,  dan  dia  tidak  pernah  mengecewakan  saya.  Dia  juga  seorang  perfeksionis,  dan  mencoba  memprogram  kami  anak-anak  untuk menjadi sempurna.  Ibuku  tidak  pernah  datang  kepada  kami  dengan  masalahnya,  dia  hanya  menanggungnya.  Dan  dia  adalah  panutan  saya  yang  paling  kuat,  jadi  ketika  saya  tidak  bisa  menanggung  masalah  saya,  saya  kehilangan  rasa  hormat  pada  diri  saya  sendiri.  Tidak  peduli  seberapa  keras  saya  mencoba,  saya  tidak  dapat  memenuhi  harapan  saya  sendiri.

Tanpa sadar, kondisi yang dialami betty, rasa tidak percaya dirinya, merasa selalu menjadi “keset bagi suami dan anak-anaknya” adalah akibat dari pengkondisian masa kanak-kanak. 

Represi emosional, penilaian diri yang keras, dan tuntutan perfeksionisme yang diperoleh betty sebagai seorang anak bukan karena kesalahannya sendiri. 

 

Refleksi:

Sebagai Ibu, menjalin hubungan yang hangat dengan anak-anak. Menerima mereka apa adanya tanpa syarat. Membiarkan mereka tumbuh sebagai pribadi yang unik sesuai dengan diri mereka masing -masing tanpa menuntut sesuai dengan ekspektasiku sebagai orangtua. Menjadi teman yang baik untuk mereka.Meluangkan waktu yang cukup untuk mendengarkan dan menerima perasaan mereka, masalah yang mereka hadapi.Menjaga kehangatan keluarga dan hubungan suami istri. Karena keluarga yang hangat adalah tempat yang baik bagi pertumbuhan anak-anak secara fisik maupun mental. 

Sebagai Individu, tanggunglah apa yang bisa kau tanggung, lepaskan apa yang tak bisa kau tanggung. Jangan memaksakan diri di luar kemampuanmu dan melupakan kebahagiaanmu sendiri. Bukan karena egois, tapi karena peduli dengan kesehatan mental kita sendiri. Saat fisik dan mental kita sehat, lebih banyak hal yang bisa kita lakukan. baik untuk diri sendiri maupun orang lain. 

Jangan pernah pendam kemarahanmu, ungkapkanlah perasaanmu dengan cara yang baik. 

Komentar

Postingan Populer