Living Book, Memantik Ide dan Refleksi

Siang hari sebelum tidur, Mama membacakan buku seri laura yang berjudul di Tepi Sungai Plum. begini ceritanya,

Laura sedang bermain sendiri di luar rumah, sementara Ma, Mary dan Carrie berada di dalam rumah. Pa sedang pergi. Tiba-tiba terbersit dalam pikiran Laura untuk pergi ke bukit datar, toh Pa tidak melarangnya kesana. Pa hanya melarangnya pergi ke lubuk yang dalam. Sesampainya disana, Laura tidak menemukan hal menarik seperti yang dialaminya kemarin bersama Pa. 

Di bukit datar, Laura juga dapat melihat Lubuk yang dalam. Dia membayangkan betapa nikmatnya mandi di sana, sementara tubuhnya saat ini sangat gerah karena keringat yang keluar dari tubuhnya. Tapi Laura ingat bahwa Pa melarangnya ke sana. Akhirnya dia berniat untuk pulang saja.. Namun di tengah jalan, dia berbalik dan membelokkan langkahnya menuju lubuk yang dalam. Tetapi di tengah jalan, dia bertemu dengan binatang aneh yang akhirnya membuat Laura tidak jadi ke lubuk yang dalam.

Malam harinya, Laura sangat gelisah. Dia tidak bisa tidur. Dia merasa bersalah kepada Pa karena tadi hendak pergi ke lembah yang dalam. Tempat yang tidak boleh didatanginya sendirian. Meskipun akhirnya tidak jadi, namun hatinya terasa tidak enak. Sebenarnya, meskipun Laura tidak bercerita. tidak akan ada yang tahu kecuali binatang aneh yang ditemuinya di tengah jalan. Tetapi Laura tetap merasa tidak nyaman. Akhirnya dia turun dari tempat tidurnya dan menemui Pa serta Ma yang berada di luar rumah menikmati syahdunya malam. 

Laura mendekati Pa yang sedang bermain biola. lalu dia berkata lirih, "Pa aku minta maaf, tadi aku hendak pergi ke lubuk yang dalam. tapi tidak jadi Pa, karena di jalan aku bertemu binatang aneh. Maaf Pa karena aku telah melanggar laranganmu".

Pa terdiam, lalu berkata, 

"Oh Laura, kau tahu, aku sungguh mempercayaimu. sungguh aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk seseorang yang tidak bisa dipercaya. Namun, tahukah kau apa yang biasanya dilakukan orang kepada orang lain yang tidak dapat dipercaya?

"Apa?', tanya Laura

"Mereka harus mengawasinya!', kata Pa.

"Jadi  besok, Pa akan meminta Ma mengawasimu, kamu harus tetap berada dekat pengawasan ibumu, kamu tidak boleh terlalu jauh dari pengawasaanya!", lanjut Pa.

Laura menerima konsekuensi dari kesalahannya, meskipun dia sangat tidak menyukai tinggal di rumah terlalu lama.

Selesai bercerita, Mama meminta Raisa menceritakan kembali apa yang telah didengarnya. Setelah Raisa selesai menceritakan kembali. Mama bertanya, 

"Apa yang dirasakan Laura?"

"Dia merasa nggak enak!'

"Kenapa nggak enak?"

"Karena dia pergi ke lubuk yang dalam, padahal kan nggak boleh!". "Aku juga gitu Ma, kalau aku melakukan sesuatu terus aku nggak cerita, aku juga nggak enak!', lanjut Raisa.

"Oh ya, berarti kamu cerita aja sama Mama sama Ayah!".

"Tapi aku takut!'

"Kenapa takut?"

"Takut Mama sama Ayah marah!"

"Oh, gitu...kalau begitu Mama akan belajar biar nggak marah kalau Raisa cerita".

'Bukan Mama yang harusnya belajar, tapi Ayah. Mama belajar ngawasin aja kayak  mama nya laura!"

"Oh iya ya...memang ayah pernah marah Ca?"

"Pernah, Ayah kadang ngegas...raisa ..(sambil memperagakan memanggil dengan suara keras)

"Oh begitu, nanti Raisa bilang ya sama Ayah biar Ayah nggak ngegas lagi!"

Saat Mama ceritakan ini kepada Ayahnya, beliau tersenyum-senyum. Sebenanya ayahnya jarang sekali marah, jika dibandingkan dengan mamanya. Sesekali ngegas biasanya kalau Raisa sudah diingatkan berulangkali namun tidak mendengarkan. Atau saat Raisa melakukan sesuatu yang berbahaya dan ayahnya kaget. Maksudnya mengingatkan tapi jatuhnya ngegas. 

Inilah yang saya suka dari living book, dia bisa memantik apa saja. Memantik ide dan refleksi. Seperti obrolan Mama di atas bersama Raisa. Pun, Mama juga jadi belajar bagaimana tetap calm menanggapi cerita anak tentang kesalahannya. Juga, bagaimana memberikan konsekuensi yang relevan dengan kesalahannya tersebut. seperti yang dilakukan Pa.

Kudus, 22 September 2020


Komentar

Postingan Populer