Bepergian Jauh Saat Pandemi Covid-19

Enam bulan sudah Kung berada di Banyuwangi. Sendirian tanpa teman. Melewatkan pernikahan Titi dan kelahiran Rachmeida. Beliau yang sedianya ke Kudus awal bulan april, gagal karena adanya pandemi corona. 

Akhirnya, setelah tiga bulan PSBB diberlakukan di mana-mana karena adanya corona mulai dibuka. Meskipun corona belum benar-benar pergi. 
Antara kasihan sama Kung dan khawatir masih maraknya corona apalagi jawa timur ditetapkan sebagai zona termerah membuat kami maju mundur untuk pulang. 

Akhirnya keputusan diambil. Kami akan menjemput Kung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Bahkan kami latihan mudik sampai Lasem. Hanya untuk melihat kondisi jalanan dan terutama melatih Mey yang baru berusia 2,5 bulan di dalam kendaraan dalam jangka waktu lama. Ca bahkan sampai heran. “Kenapa mudik harus latihan Ma, kan sudah pernah, mudik ya mudik aja!”,Katanya. 

Setelah melakukan latihan mudik, kami memiliki gambaran selama dalam perjalanan. Intinya, menciptakan suasana yang nyaman di dalam mobil, mengurangi berhenti (biasanya kami berhenti untuk istirahat setiap dua jam sekali). Membawa bekal makan supaya tidak perlu jajan di warung. Tetap memakai masker dan membawa hand sanitizer. Bahkan kami membawa sendiri air dalam galon untuk cuci tangan beserta sabunnya. 

Hari yang dinanti pun tiba. Kami berangkat pukul 03.00 dini hari dari rumah. Mengangkat anak-anak ke dalam mobil yang sudah kami sulap menjadi tempat tidur. Pukul 06.00 pagi kami sampai di Tuban. Ditempat inilah kami memutuskan untuk sarapan di tepi pantai. Bersyukur ada pantai yang dibuka pagarnya sehingga kami bisa masuk. Beberapa destinasi wisata masih ditutup dengan palang dari bambu. 

Ca dan Fa bermain di tepi pantai


Pertama kalinya Mey ke pantai


Karena masih pagi, pantainya sangat sepi, hanya ada beberapa anak-anak muda yang sedang bersepeda. Anak- anak pun jadi leluasa bermain. 

Selepas sarapan dan bermain kami lanjutkan perjalanan. Sebisa mungkin kami tidak berhenti di daerah zona merah, yaitu Surabaya raya. Istirahat kedua kami berhenti di rest area probolinggo. Ayah butuh mengecek pekerjaannya dan Mey butuh ganti diapers. Semuanya dilakukan tanpa turun dari mobil. Agak aneh sebenarnya, tapi ini yang memang baiknya kami lakukan untuk pencegahan. Kami biasanya berhenti dua jam sekali, anak anak turun dari mobil dan bebas bermain. Saat buang air kecil pun, saya minta mereka cuci tangan berulang kali dan memakai hand sanitizer  begitu masuk ke dalam mobil. 

Kepulangan ke Banyuwangi kali ini memang hanya untuk menjemput Kung. Jadi, tidak mampir ke rumah saudara. Aneh dan sedih pastinya. Terasa begitu dekat, tapi tak mampu menjangkau. Semua ini demi kebaikan bersama. Berulang Kali saya harus jelaskan kepada anak-anak.
“Mama kenapa nggak mampir ke rumah Mbak sekar?”
“Pokoknya harus mampir ke rumah mbak sekar!”
“Aku kan udah janjian mau main air bareng mbak sekar kalau pulang!”
Begitu kira-kira protes anak-anak, saat saya sampaikan kalau kali ini kita tidak mampir ke rumah mbak sekar, salah satu putri sepupu mama.

Kami sampai di Kalibaru, perbatasan Jember Banyuwangi kurang lebih pukul 4 sore. Di sini setiap kendaraan yang melintas diminta berhenti. Ternyata ada pemeriksaan terkait covid-19. Petugas mendatangi setiap mobil dan memeriksa suhu tubuh. Jika dirasa aman, kami diijinkan menlanjutkan perjalanan kembali. Kami sampai di rumah Jajag pas adzan magrib. Menginap dua malam dan berangkat ke Kudus hari jumat pagi.




Protokol yang sama kami berlakukan saat perjalanan pulang dari Banyuwangi ke Kudus. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ca meminta pulang lewat jalur utara yang memang lebih indah pemandangannya. Meskipun jaraknya lebih jauh,karena kami harus memutar terlebih dahulu. Sisi kanan melihat pantai. Sisi kiri melihat gunung dan sawah. Tak Lupa dia juga minta mampir ke pantai watu dodol. Pantai langganan kami tiap pulang. Baiklah , kita coba ya. Kalau pantainya di buka ya kita mampir, kalau nggak setidaknya kita bisa lihat saja pantainya. 

Hari masih pagi saat kami tiba di pantai new grand watu dodol. Tapi panas sinar matahari sudah menyengat. Alhamdulillah pantainya buka. Meskipun kelihatannya masih masa uji coba. Karena masuknya pun masih gratis. Protokol kesehatan diberlakukan dengan ketat disini. Di gerbang masuk semua penumpang disuruh keluar mobil. Lalu harus cuci tangan ditempat yang telah disediakan. Di cek suhu badannya baru boleh masuk. Begitu masuk ke area pantai, kami terkaget-kaget, wah sepi banget berasa pantai pribadi deh. Hanya ada beberapa pekerja yang membersihkan area taman. 


Saatnya untuk sarapan. Bekal yang kami bawa dari rumah mulai dikeluarkan. Juga jajanan pasar yang tadi sempat mama beli. Selepas sarapan Ca meminta untuk berenang. Namun ombak cukup tinggi, mama sedikit khawatir, tapi ya sudah lah nggak papa main air saja di tepi pantai tapi harus ditemani ayah. Biar sekalian nanti mandi disini.



Kami melanjutkan perjalanan dengan hati riang gembira. Anak-anak yang sudah kenyang, capek habis main air dan badan segar habis mandi pun tertidur. Rencana mereka untuk melihat kera yang berada di sepanjang jalan hutan baluran pun pupus. Mereka sudah pulas. Ternyata baru Banyuwangi yang berani membuka tempat wisata dengan syarat dan ketentuan berlaku. Di wilayah tetangga yaitu situbondo, pantainya masih ditutup. Mungkin juga karena situbondo masih zona merah.

Perjalanan 16 jam kami lalui untuk sampai ke kudus. Capek, pasti lah. Tapi capek yang kami rasakan sepadan dengan kegembiraan yang kami rasakan. Tiga bulan di rumah saja, melihat yang itu-itu saja tak urung membuat jenuh. Perjalanan ini menyegarkan pikiran dan hati kami. Semoga pandemi segera berlalu. Jadi semua bisa segera jalan-jalan, menikmati indahnya pemandangan alam ciptaan Allah. Aamiin
Kudus, awal Juli 2020

Komentar

Postingan Populer