10 Ribu Jam



Hari jumat, saya menemani anak- anak berenang. Bersama teman dan putranya. Teman ini, dulunya adalah atlet renang. Begitu ceritanya. Tapi saya belum pernah melihatnya berenang. Jadi, saya pikir, ya paling renangnya biasa aja seperti orang- orang gitu.

Begitu melihat dia nyemplung ke kolam dan berenang. Huwoo... Langsung merasa takjub. Serasa melihat atlet renang yang begitu piwai, di perlombaan renang sekelas sea games atau olimpiade. Yang, saya lihat di TV. Dan, sekarang melihatnya secara langsung.

Tubuhnya meliuk-liuk di dalam air dengan begitu indahnya. Bahkan, bukan hanya saya saja yang terkesima. Sesembak yang berada di kolam yang sama berkomentar,

 "Waa.. Mbak e kok iso ngono ya (wah Mbak nya renang nya kok bisa gitu ya)".

Setelah selesai berenang, saya pun bertanya. Bagaimana dia bisa begitu piwai berenang.

Dan, mulailah dia bercerita.

"Saya mulai renang dari SD, ikut klub renang. Setiap kali latihan harus berenang menempuh jarak 5000 meter. Jadi kalau kolam tempat kita berenang ini panjang nya 50 meter, berarti saya harus berenang 100 kali" .
Whaaat ... 100 kali?
Saya, dua kali putaran aja udah ngos-ngosan.

Pantas saja dia sepiawai itu. Otak dan tubuhnya telah merekam dengan jelas gerakan renang. Bahkan setelah terjun ke dalam kolam.

Badannya otomatis berenang saat menyentuh air. Tubuhnya tidak lupa cara berenang. Meskipun, dia mengaku sudah 10 bulan tidak menyentuh kolam renang.

Banyak hal yang telah ia korbankan. Selama latihan. Waktu bermain yang tersita. Tubuh belang sana sini. Rasa capek yang mendera setiap hari.

Namun, itu semua sepadan dengan yang ia peroleh saat ini. Kemampuan berenang yang menakjubkan. Juga, daya juang dan disiplin yang berguna bagi hidupnya sehari-hari.

Bahkan, meskipun ia akhirnya memutuskan untuk tidak menjadi atlet profesional. Tapi, kemampuan itu tetap bermanfaat bagi dirinya sampai kapan pun.

Dibandingkan saya, yang belajar renangnya di sungai. Secara otodidak. Hanya suka-suka tanpa target yang jelas. Hasilnya pun juga tidak jelas. Hanya bisa cipik-cipik di air. Asal tidak tenggelam saja.

Practice Makes Perfect. Itu poinnya. Dan, sebenarnya ini tidak hanya berlaku untuk olahraga saja. Seperti renang, berlari, bersepeda, senam ataupun yang lainnya. Tapi, ini juga berlaku untuk semua bidang.


Termasuk menjadi seorang ibu dan istri. Dalam ketrampilan mendidik dan mengasuh anak. Memasak makanan enak dan sehat. 

Membersihkan dan membereskan rumah. Berkomunikasi efektif dengan suami dan anak-anak. Menjaga kesehatan keluarga. Dan, masih banyak lagi ketrampilan lainnya.

Menurut teori 10 ribu jam. Seseorang perlu melakukan kegiatan yang ditekuninya selama 10 ribu jam, agar menjadi ahli. Teori ini dimuat dalam buku "Outliners" karya Malcoln Gladwell.

Butuh 10 ribu jam terbang untuk menjadi seorang ahli. Dalam bidang apapun.

Memang sih, tidak harus sempurna menjadi seorang ibu. Tidak semua hal harus kita bisa. Namun, mengasuh anak, memasak dan membersihkan rumah adalah ketrampilan dasar.

Mau tidak mau, suka tidak suka, walaupun tidak setiap hari, meskipun bisa dialihtugaskan. Tapi, tetap saja kita harus bisa dan mau melakukan, seminimal mungkin.

Begitu pun dengan komunikasi efektif dengan suami dan anak. Menjaga kesehatan keluarga. Setiap hari kita lakukan.

Diawal pernikahan. Mungkin kita hanya bisa memasak air, nasi dan telur ceplok. Seiring waktu, mulai bisa memasak sop, sayur bening, goreng ikan. Bahkan mungkin soto, sate atau masakan ribet lainnya.

Diawal pernikahan. Mungkin kita hanya bisa nyapu, tidak tahu caranya ngepel, cuci baju dan cuci piring. Seiring waktu, kita bahkan mampu melakukan dua sampai tiga pekerjaan sekaligus.

Diawal pernikahan. Mungkin kita adalah orang yang egois. Mudah marah dan tidak bisa menghargai orang lain. Seiring waktu, kita menjadi orang lebih toleran dan mampu berkata yang baik meskipun sedang marah.

Diawal memiliki anak. Kita bingung saat tiba-tiba dia menangis. Tidak tahu cara merawatnya saat sakit. Marah saat perilakunya tidak sesuai keinginan kita. Seiring waktu, kita menjadi teman tumbuh yang baik bagi anak. Juga, menjadi dokter pribadi kepercayaannya.

Maka, tak heran jika kita sangat menyayangi dan mengagumi ibu kita. Yang begitu sabar dan pemaaf. Meskipun banyak kesalahan yang telah kita lakukan. Yang masakannya selalu kita rindukan. Meskipun kita tiap hari makan enak di warung atau restoran.

Beliau, ibu kita. Telah melewati 10 ribu jam terbang bahkan lebih. Beliau telah menempa dirinya setiap hari. Dengan latihan demi latihan.


Jadi, kalau saat ini kita baru melewati 1000 jam terbang atau kurang sebagai ibu. Jangan menyerah. Jangan berputus asa dan merasa diri tak mampu. 

Terus saja belajar dan berlatih, setiap hari. Suatu hari, kita akan terkaget-kaget. Mendapati diri yang lebih baik dari hari ini. Semoga Allah memberi petunjuk, kemudahan, dan kemampuan. Aamiin 
Kudus, 22 Desember 2019 


Komentar

Postingan Populer