Melatih The Way of The Will

Episode little house hari minggu kemarin:

Laura dan keluarganya akan pergi berkemah. Sekalian mereka mau mengerjakan tugas sekolah yaitu mencari berbagai jenis dedaunan. Nellie teman laura yang mendengar ini merasa iri. Dia tidak mau koleksi daunnya kalah banyak dengan laura dan mary. Dia merasa laura dan mary akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan koleksi daun saat berkemah. Oleh karena itu, ia merajuk kepada ibunya untuk berkemah juga. Sang ibu yang setali tiga uang dengan nellie, meminta pak oleson suaminya untuk bicara pada pa ayah laura agar diizinkan ikut berkemah. Tentu saja pa tidak keberatan karena apakah oleson adalah teman baiknya. Saat pa menyampaikan kepada laura, laura merasa keberatan karena dia tidak menyukai nellie. Tapi pa menghiburnya, “Kan hanya dua hari saja kita bersama mereka. Apalah artinya dua hari bersama orang yang tidak kita sukai!”

Masalah muncul saat keesokan harinya keluarga oleson datang ke rumah laura untuk berangkat berkemah bersama. Pak oleson mengatakan bahwa ibu oleson berubah pikiran, dia juga mau ikut berkemah. Pa dan Ma kaget dan merasa tidak senang, karena mereka juga tidak menyukai bu oleson. Pa bersikeras  mengatakan kepada ma untuk membatalkan acara berkemah jika bu oleson turut serta. Ma mengingatkan pa, lalu apa yang akan pa katakan pada laura dan mary?
“Aku yang akan mengatakan kepada mereka tentang ini kata pa!”
Namun pada akhirnya pa memutuskan tetap berkemah bersama.

Sekelumit cerita diatas mengingatkan saya tentang “The Way of The Will”. Salah satu prinsip pemuliaan karakter yang diungkapkan oleh Charlotte Mason.  The Way of The Will adalah kemampuan membedakan antara apa yang aku ingini (i want) dengan apa yang aku kehendaki (i will). Ellen Kristi dalam buku cinta yang berpikir memberi contohnya. Ketika lapar rasanya ingin makan, tapi kita menghendaki untuk tetap berpuasa sekalipun perut keroncongan. Saat berhadapan dengan masalah mungkin kita ingin lari. Namun kita bisa memilih untuk tetap menghadapinya sekalipun ketakutan. (CYB h. 73) 

Dalam kisah di atas pa memberi contoh yang sangat gamblang tentang The Way of The Will . Pa ingin membatalkan acara berkemah bersama keluarga karena bu oleson ikut serta, tapi pa memilih untuk tetap berangkat mengabaikan rasa tidak sukanya pada bu oleson. Demi hal yang jauh lebih penting yaitu kegembiraan dan kebersamaan bersama keluarga.

Masih menurut Mbak Ellen, dalam workhsop “The Way of The Will”, ciri seorang memiliki kehendak yang kuat adalah dia mau melakukan sesuatu karena itu benar meskipun sesuatu itu berat atau tidak mudah. Nah, persis sekali dengan apa yang pa lakukan kan? Nggak mudah lho melakukan perjalanan dan kegiatan bersama orang yang tidak kita sukai.

Kenapa the Way of The Will perlu ditumbuhkan pada diri anak? 
Eh…Bahkan pada diri kita sendiri sebagai orang dewasa?

Karena suatu saat, kita akan melepas anak-anak ke dunia nyata dngan segala permasalahannya. Kita berharap mereka mampu membuat pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan yang baik dan benar, dan bijak bagi hidup mereka maupun orang lain untuk masa hidup mereka kini maupun generasi anak cucu mereka kelak. (CYB, h. 72).

Tujuan ini ternyata sama pentingnya buat kita sebagai orang dewasa, karena usia tidak menentukan seseorang menjadi lebih bijak dalam membuat pilihan dan keputusan. Butuh kehendak yang kuat untuk hidup yang baik, benar dan bermanfaat.

Lalu bagaimana caranya? 

Di awal-awal kehidupannya, kehendak anak masih sangat lemah. Misalnya saat dia meminta sesuatu, ia akan minta saat itu juga. Jika ditolak ia akan menangis, merengek bahkan berteriak. Kehendaknya belum berdaya untuk mengatakan “tidak”, “tunggu dulu” atau “sudah cukup” terhadap hasratnya.

Namun secara berangsur-angsur, jika memperoleh habit training yang tepat secara bertahap anak akan mampu mengendalikan keinginan-keinginan itu. Setelah anak terampil. Anak akan bisa berkata aku akan melakukannya sekalipun hal tersebut tidak disukai atau sebetulnya ia sedang tidak mood. Lalu menunaikan pekerjaan itu semata-mata karena ia telah memutuskan untuk melakukannya. Didorong oleh kesadarannya sendiri, tanpa iming-iming atau ancaman dari luar. (CYB h. 73)

Jadi, kuncinya ada pada habit training atau melatihkan kebiasaan yang baik.

Misalnya saat anak bermain air hujan. Siapa sih yang tidak senang bermain air hujan? Sampai berapa lama pun anak akan menyukainya. Jika tidak diberi batas waktu, anak akan bermain sepanjang waktu sesuka hatinya. Memberinya batas waktu akan melatihnya menahan diri berbuat sesuka hati.


Contoh lain,
Saat anak selalu berteriak saat marah. Kita dapat melatihnya untuk berbicara mengungkapkan kemarahannya.
“Kamu boleh marah, silahkan berbicara bukan berteriak!”
“Mama tidak mengerti kalau Adik berteriak!”

Charlotte berharap setiap anak dilatih menguasai teknik distraksi pikiran. Yaitu mengalihkan perhatian dari pikiran pikiran penghambat ke arah pikiran pikiran pendorong yang memampukan dia menyelesaikan tugasnya. (CYB, h. 74)

“Tatkala pikiran-pikirannya mengembara ke kenikmatan-kenikmatan yang terlarang atau berbagai hambatan yang harus ia hadapi dalam tugasnya. Ia lalu menegakkan diri dan dengan penuh ketetapan memantapkan perhatian kepada manfaat-manfaat yang paling memotivasinya untuk meneruskan pekerjaan, pada rasa lega dan senang yang akan ia peroleh setelah kerja kerasnya nanti, pada tanggung jawabnya untuk menunaikan tugas itu. Gerbong gerbong pikirannya melaju di jalur yang ia kehendaki untuk mereka lalui, dan pekerjaan itu tidak lagi terasa berat (Vol.1,hlm 324). Tahu betul yang mau dikerjakan lalu memfokuskan pikiran pada tujuan sampai pekerjaan itu selesai, “inilah garis yang memisahkan antara pribadi efektif dan tidak efektif, antara orang besar dengan kebanyakan, antara mereka yang berprestasi dengan yang sekadar ingin berprestasi” (CYB, h. 74)

Kali ini contohnya dari diri sendiri karena rasanya bukan hanya anak-anak yang membutuhkan latihan ini, tapi saya sebagai ibu mereka juga sangat membutuhkannya.

“Selepas makan malam, badan sudah sangat capek karena seharian bermain dengan anak dan merapikan rumah. Melihat gunungan cucian piring kotor terbersit ingin untuk mencucinya esok pagi saja. Namun membayangkan rasa puas melihat dapur bersih sebelum tidur dan ringannya pekerjaan esok hari membuat diri mengurungkan keinginan untuk menunda pekerjaan mencuci piring. Capek sih, tapi sepadan dengan rasa leganya”.

Contoh lain,
“Melongok ke dalam isi kulkas, lauk itu lagi-itu lagi, sayur itu lagi, itu lagi. Rasanya membuat malas untuk memasak. Ingin rasanya pergi keluar dan membeli makanan jadi saja yang tentu rasanya lebih enak. Namun, membayangkan rasa senang anak-anak dan ujaran mereka tentang enaknya masakan mama, juga mengingat bahwa masak sendiri jauh lebih sehat. Akhirnya mengurungkan keinginan untuk “jajan” dan mulai memasak. Ribet sih, tapi sepadan dengan rasa puasnya”.


Melatih The Way of The Will memang tidak mudah, kadang berhasil seringkali juga gagal. Butuh latihan yang konsisten dan kontinue. Dengan selalu mengingat tujuan dan hasil akhir yang membahagiakan. Sampai terbentuk rel yang memuluskan jalan untuk selalu berbuat yang baik dan benar.
Kudus, 06 April 2019

#Charlottemasonindonesia
#CMidbernarasi
#CMidbernarasiNurulFe
#CYBbab10




Komentar

Postingan Populer