5 Tips Mengatasi Perilaku Agresif Pada Anak

"Plek"
"Mama ... Adik main fisik, aku dipukul Ma, sakit kok Ma!"
"Adik mukul kakak?"
"Iya"
"Kenapa?"
"Kakak ambil mainanku, nggak boleh!"

Terdengar sangat familiar kan Mom! Di usia 1,5-3 tahun, anak mulai bersosialisasi. Baik dengan saudara di rumah maupun teman-teman di sekitar rumah. Kadang mereka bersikap baik, kadang tidak. Sebenarnya apa yang terjadi?


Bagi anak usia 1,5-3 tahun, memukul, mendorong, menggigit, menendang, berteriak atau biasa disebut perilaku agresif merupakan cara untuk mempertahankan diri. Saat dia merasa terancam, merasa tidak suka, merasa kesal, merasa tidak nyaman, melindungi barang miliknya, ia akan mencoba mempertahankan dirinya.

Pada usia ini, anak-anak tidak memiliki motif jahat. Mereka hanya berusaha mempertahankan diri dan kepentingannya. Selain itu, perilaku agresif anak juga disebabkan oleh rasa tidak nyaman dari lingkungan sekitarnya. Penyebab lain, pada usia ini anak sedang belajar berbicara. Seringkali sebagai orangtua kita tidak paham dengan kata-kata yang diucapkan anak. Hal tersebut menyebabkan anak menjadi kesal dan stres. Cara dia mengungkapkan kekesalannya ya dengan berperilaku agresif.

Namun, bukan berarti perilaku agresif anak dibenarkan. Sebagai orang tua kita harus mengajarkannya bahwa hal tersebut tidak benar. Dan, beberapa hal yang bisa kita lakukan, diantaranya,

1. Hentikan perilaku agresif anak.

Saat melihat anak melakukan perilaku agresif, tugas pertama kita adalah menghentikannya. Tapi, tidak dengan tindakan agresif yang lebih kuat. Baik fisik maupun mental. Perilaku memukul, menendang, menggigit, berteriak tidak dihentikan dengan cara yang sama yaitu memukul, menendang, menggigit, berteriak atau mencela.  Saat kita memukul, menendang, menggigit, berteriak kepada anak, sama artinya kita mengajari mereka bertindak kasar. Pada usia ini anak belajar dengan meniru. Sehingga besar kemungkinan perilaku kita akan ditirunya.
Lalu apa yang harus dilakukan?
Segera datangi anak yang tersakiti, kemudian hampiri anak yang berlaku agresif tadi dan katakan padanya,
"Kamu (atau nama anak) tidak boleh memukul (atau menendang, menggigit, berteriak). Bila kamu tidak menyukai sesuatu, beritahu Mama!Mama akan membantumu".

Jika anak masih berusaha menendang, memukul, menggigit atau berteriak. Pisahkan anak dengan anak lain, jauhkan dia dari situasinya. Beri dia jeda waktu untuk menenangkan diri. Lalu jelaskan dengan baik apa yang sebaiknya dilakukan. Bahwa memukul, mendorong, menggigit dan berteriak itu tidak diperbolehkan.

2. Temukan alasan anak melakukan perilaku agresif

Sebelum kita memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan untuk merespon agresi anak, kita harus tahu dulu alasan anak bertindak demikian. Apakah anak melakukannya untuk mempertahankan diri, atau karena rasa tidak nyaman yang dirasakan nya.

Berkaitan dengan rasa tidak nyaman anak, orangtua perlu mengecek ke dalam dirinya sendiri. Mungkinkah kita sedang marah, cemas, khawatir, atau sedih. Anak dapat merasakan apa yang kita rasakan. Jadi selesaikan dulu emosi yang ada dalam diri kita.

Ketika orangtua sedang stres karena suatu masalah, meskipun kita tidak mengungkapkannya secara verbal, anak-anak dapat merasakannya. Mereka seperti spons yang dengan mudah menyerap perasaan apapun yang orangtua rasakan.
Cara mereka melepaskan rasa tidak nyamannya, yaitu dengan berperilaku agresif. Misalnya, saat kita sedang marah dengan pasangan, meskipun kita diam dan tidak mengungkapkan kemarahan itu secara langsung yang bisa dilihat anak-anak. Namun, mereka dapat merasakannya. Sebenarnya mereka jauh lebih marah lalu bersikap agresif lebih dari biasanya.

Dengan mengetahui latar belakang perilaku anak, maka tindakan yang kita ambil tidak akan keliru.

3. Ajari anak kemampuan mempertahankan diri yang baik.

Caranya dengan mengajari anak menggunakan kata-kata.
Misal, ketika anak lain mengambil sesuatu milikmu, katakan,
"Tidak boleh, aku masih memakainya!"
Atau ketika kamu tidak menyukai sesuatu katakan,
"Aku tidak suka!"
"Aku tidak mau!"
"Kalau kamu merasa kesulitan, panggil mama yaa, minta tolong sama mama!"

4. Beri pengertian kepada anak bahwa menyakiti orang lain itu tidak dibenarkan.

Meskipun anak usia 1,5-3 tahun belum berkembang rasa empatinya sampai usia sekitar 5 tahun. Namun, kita dapat mulai mengenalkannya dengan mengatakan pada anak,
"Ketika kamu memukul, temanmu akan tersakiti!"
"Ketika kamu berteriak dengan keras, Mama jadi terganggu, tidak tahu maunya kamu apa. Bicara yang baik ya!"

5. Jangan membuat anak merasa bersalah.

Membuat anak merasa bersalah dengan mengancamnya memang cukup efektif menghentikan perilaku agresif anak.
Misalnya,
"Nggak boleh mukul, nanti jadi nggak punya teman lho!"
"Nggak boleh teriak-teriak, nanti mama tinggal lho!"
"Kamu sih nakal mukul teman, jadi nangis kan temannya!"

Namun, menanamkan rasa bersalah kepada anak untuk mengontrol perilakunya dapat merusak kepercayaan anak terhadap dirinya sendiri. Dan, butuh waktu yang lebih lama untuk memulihkan kepercayaan dirinya.

Butuh waktu dan usaha yang konsisten untuk membantu anak berperilaku baik. Memahami tahapan perkembangan anak setiap usia akan membantu kita mengenal anak dengan lebih baik. Dan, memberikan perlakuan yang sepatutnya kepada mereka. Seiring dengan usianya anak akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter baik. Semoga...
Kudus, 10 April 2019

Sumber Pustaka:
The Effective Parenting, Melinda J. Vitale, M. Ed

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer