Living Book, Menggugah Benak dan Nurani

Narasi buku Cinta Yang Berpikir, Bab 12, h. 86-87

Suatu malam, kami membaca buku sebelum tidur. Buku yang kami baca adalah "The Tale of Peter Rabbit" karya Beatrix Potter. Sampai pada cerita Peter basah kuyup,  Raisa berkomentar:

"Peter basah kuyup ya Ma?"

"Iya, menurut kamu kenapa ya dia basah kuyup?"

"Karena dia masuk ke air!"

"Kenapa dia masuk ke dalam gembor air Sa?"

"Karena dia nggak dengerin mamanya!"

"Memang mamanya bilang apa?"

"Mamanya kan bilang nggak boleh ke kebun pak McGregor!"

"Memang kenapa kok dia nggak boleh ke kebun pak Mc Gregor?"

"Karena mamanya takut nanti dia dimasak pak McGregor kayak ayahnya Peter."

"Oh gitu ya..."

"Iya, Mama!"

Cerita asli dalam bukunya:
Ibu Peter hendak pergi membeli roti. Ibu Peter berpesan kepada anak- anaknya untuk bermain-main di padang atau jalan setapak, tidak boleh pergi ke kebun pak McGregor. Karena, ayahnya mendapat musibah di sana, di masak menjadi pai oleh Bu McGregor. Ketiga saudara Peter bermain di jalan setapak. Namun, petter berlari ke kebun pak McGregor dan menyelusup masuk melewati celah sempit di bawah gerbang. Mulai-mula dia makan daun selada dan kacang polong, kemudian makan lobak. Singkat cerita, pak McGregor melihat Peter lalu mengejarnya dan mencoba menangkapnya. Sampai dia masuk ke gembor air untuk bersembunyi.


Lain malam, kami membaca buku  "The Tale of Mrs. Tittlemouse" karya Beatrix Potter. Raisa berkomentar:

"Ibu Tittlemouse pembersih ya Ma!"

"Maksudnya gimana Sa?"

"Iya, dia suka bersih-bersih seperti Mama!" (Mama jadi tersipu malu mendengar penjelasannya😊, karena level bersih-bersih mama masih kalah sama tetangga sebelah 😂)


Di malam yang lain, kami membaca buku "The Tale of Jemima Puddle-Duck". Diceritakan bahwa Jemima Itik ingin sekali mengerami telurnya sendiri. Tetapi bu tani selalu mengambil telurnya dan memberikan pada ibu ayam untuk dierami. Meskipun Jemima sudah menyembunyikan telurnya, bu tani dan anaknya selalu dapat menemukan telur-telur itu. Jemima merasa putus asa. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi jauh dari tanah pertanian untuk bertelur dan mengerami telurnya sendiri. Jemima berjalan menuju hutan. Dia mencoba untuk terbang agar segera tiba.

Setelah cerita saya akhiri, saya bertanya tentang Jemima Itik kepada Raisa.

"Tadi ceritanya tentang apa Sa?"

"Jemima Itik mau telurnya", jawab Raisa.

"Maksudnya, dia mau mengerami telurnya?", tanya Mama

"Iya Ma! Ma, kenapa bu tani nggak bolehin Jemima Itik mengerami telurnya? Kenapa dikasihkan ibu ayam?"

"Karena mungkin ibu tani berpikir kalau Jemima nggak akan sabar mengerami telurnya selama 28 hari, kan lama Sa."

"Padahal Jemima Itik mungkin sabar ya Ma.

Lalu Raisa terdiam. Dan melanjutkan pernyataannya :

“ Mama aku punya ide!"

"Apa Sa?"

"Gimana kalau Jemima bertelurnya di atas pohon saja, biar telurnya nggak diambil sama bu tani. Kan dia bisa terbang!"

"Oh ... Iya ... Ya ide yang bagus Sa!"


Ketiga buku yang kami baca di atas adalah  buku yang disebut sebagai living book.

Di dalam living book ada ide-ide berharga yang menggerakkan anak untuk mengingat, merenungkan atau memvisulisasikannya. Ide-ide yang masih akan merekam dalam benaknya lama setelah ia selesai membaca buku itu. Ide-ide yang Menggugah, membangun kepribadian anak secara positif, dituturkan dalam bahasa yang indah dan biasanya naratif. Buku-buku ini ditulis oleh pengarang yang kompeten di bidangnya dan menulis dengan jiwanya. Dia bicara tentang nilai, menyajikan sikap moral tapi tanpa sikap menggurui yang cerewet. Alih-alih mendikte pemahaman pembaca, living book memberikan ruang bagi mereka untuk membuat penafsiran sendiri. (CYB, h. 86-87). 

Buku-buku living book ditulis dengan mengasumsikan bahwa anak adalah pembaca yang cerdas. Dan begitulah adanya. Sejak mengenal living book dan membacakan untuk anak-anak, saya sering terkaget-kaget dengan imajinasi dan tanggapan mereka atas buku yang telah selesai kami baca. Ternyata mereka mampu menyimpulkan isi cerita dengan pemahaman versi mereka.

Sejak pertama membaca buku-buku ini saya sudah dibuat takjub. Anak-anak mampu berkonsentrasi mendengarkan seluruh isi buku dibacakan sampai selesai. Awalnya saya sempat pesimis. Buku setebal 29 halaman dengan dominasi tulisan dan sedikit ilustrasi, mampukah mereka mendengarkannya sampai selesai?

Ternyata saya salah, mereka mampu mendengarkan sampai halaman terakhir selesai dibacakan. Dan, esok harinya minta diulang lagi. Harusnya living book dibaca sedikit demi sedikit tapi karena penasaran, saya membaca buku sampai selesai.

Saat ini, kami masih membaca buku ini secara berulang bergantian dengan judul buku yang lain. Namun, tekniknya kami ubah. Yaitu, membaca sedikit lalu menarasikannya. Setelah membacakan, saya akan bertanya kepada anak-anak tentang isi cerita dari buku yang telah dibacakan. Cara ini cukup efektif membuat mereka mengingat dan memahami isi cerita.

Kelebihan living book ada pada narasi ceritanya, yang sangat detail namun tidak basa-basi. Nilai moral juga selalu tersirat dalam isi ceritanya. Namun, tidak serta merta anak dicecoki tentang baik dan buruk. Sebagai pembaca, kita yang harus menyimpulkan. Nurani kita digugah saat membacanya.


Meskipun seri Beatrix Potter adalah cerita untuk anak-anak, sebagai orang dewasa saya sangat menikmatinya. Bahkan dalam kehidupan nyata, saya menjadi lebih sayang kepada binatang-binatang. Bahkan binatang liar sekalipun. Mereka punya perasaan dan kehidupan. Serta layak untuk diberi kesempatan hidup dengan cara yang baik. Menghargai mereka selayaknya makhluk ciptaan Allah. Itulah living book, yang menggugah benak dan nurani, secara perlahan menumbuhkan karakter baik kita.
Kudus, 16 Februari 2019

#Charlottemasonindonesia
#CMidbernarasi

Komentar

Postingan Populer