Marah = Gelas Pecah


Seperti halnya gelas atau cangkir yang pecah, tak bisa disatukan lagi. Atau paku yang tertancap di pohon. Pakunya bisa diambil, tapi bekasnya masih tertinggal, begitulah jika kita marah. Marah kepada siapapun. Akan menghancurkan hati dan meninggalkan bekas luka yang tak bisa hilang. Kejadian marahnya mungkin sudah berlalu tapi efeknya masih tertinggal. Ini yang harus selalu saya ingat, saat marah dan ingin melampiaskannya. Gelas pecah dan bekas paku dipohon. Hati siapapun akan hancur berkeping-keping atau terluka.

Kemarahan tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik, perkataan kasar, bentakan keras,  atau raut muka cemberut. Bahkan diam pun bisa menunjukkan kemarahan. Diam tapi menghindari kontak mata. Ini juga disebut marah dan siapapun tahu itu. Siapapun dapat merasakannya. Dan ini melukai hatinya.

Lalu kita beralasan, saya marah sama dia karena sayang. Supaya dia tahu kesalahannya. Supaya dia belajar menjadi lebih baik. Benarkah?
Tapi hatinya sudah terluka. Sudah terlanjur hancur lebur karena kemarahan kita. "Gelas" yang pecah atau retak tak akan mampu menampung air dengan baik. Air akan merembes keluar. Begitu pun hati yang terluka. Tak akan mampu menampung dengan baik. Betapa pun baiknya nasihat, petuah atau pembelajaran tidak akan tertinggal di hati yang terluka.

Tapi saya memeluknya dan meminta maaf kepadanya. Iya, mungkin itu sedikit mengobatinya. Sedikit merekatkan "gelas" yang telah hancur berkeping-keping. Mungkin gelasnya bisa utuh lagi. Tapi tidak akan pernah sama seperti sebelumnya. Tetap ada retakan yang tidak bisa ditambal.

Itu artinya saya tidak boleh marah? Boleh. Boleh marah. Saat kita jauh dari wasiat Nabi, jauh dari firman Allah,  dan buruknya pengendalian amarah kita. Jadi marah harusnya ditujukan pada diri sendiri bukan pada orang lain.(NAK, Revive Your Heart)

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan jika marah pada orang lain?
Mohonlah Rahmat kepada Allah agar kita bisa berlaku lemah lembut. Lemah lembut dalam ucapan, ekspresi wajah, dalam emosi, dalam interaksi dengan mereka, dalam caramu memandang mereka. Lemah lembut dengan tulus ikhlas tanpa menyimpan dendam. Hanya Allah yang bisa melembutkan hati kita, jadi mintalah Rahmat kepada Nya.

Setelah amarah mereda, dengarkan lah tanpa menghakimi. Dengarkan lah dengan tenang. Bisa jadi, apa yang sebetulnya terjadi tidak seburuk yang kita sangka. Prasangka kita saja yang berlebihan.

Lalu maafkanlah kesalahannya. Siapa manusia didunia ini yang tidak pernah berbuat kesalahan. Bahkan kita pun pernah dan mungkin sering. Memaafkan adalah jalan terbaik. Memaafkan kesalahan orang lain sama dengan menyayangi diri kita sendiri. Saat memaafkan sesungguhnya saat itulah kita menyayangi diri sendiri. Bayangkan saat marah, sebetulnya kita bisa merasakan tubuh yang tidak nyaman. Pikiran yang kalut dan kemrungsung. Hati juga tidak tenang. Mau melakukan apapun pasti tidak mood. Memaafkan adalah jalan terbaik untuk memperbaikinya. Jika kita ingin kembali memulai aktivitas dengan baik, maka lupakan segala kesalahan dan mulailah memaafkan. Awalnya memang sulit, tetapi saat kita berpikir bahwa memaafkan sama dengan menyayangi diri sendiri maka semuanya akan jauh lebih mudah.

Jika kesalahan itu begitu besar dan berdampak nyata pada kehidupan kita. Beristiqfarlah untuk mereka. Mohonkan ampunan Allah untuk mereka. Semoga Allah mengampuni kesalahan dan kekhilafan mereka. Semoga Allah membimbing mereka ke jalan yang lurus. Semoga mereka tidak mengulangi kesalahannya.
Dan lanjutkan hidupmu.
Kudus, 07 November 2018







Komentar

Postingan Populer