Mengenalkan Beragam Emosi Pada Anak

Suatu hari kami berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Putri sulungku merengek meminta bermain di play land. Kami menolak permintaannya karena hari sudah sore. Saya sampaikan kepadanya bermain di play land nya tidak hari ini, karena Ayah juga harus bekerja. Putri sulungku terlihat kecewa meskipun dia bisa menerima penolakan kami.

Adik ipar yang saat itu ikut berjalan-jalan bersama kami bertanya,
Adik Ipar :"Mbak nggak papa ya kayak gitu?"
Me :"Maksudnya?"
Adik Ipar :"Kan kasihan mbak, dia jadi sedih!"
Me :"Nggak papa, asal jujur sampaikan alasan penolakannya".

Tugas kita sebagai orangtua, bukan untuk membuat anak selalu senang dan gembira. Pun juga bukan untuk sengaja membuat mereka marah, sedih dan kecewa. Tugas kita adalah mengenalkan "hidup yang sebenarnya". Bahwa dalam kehidupan yang kita jalani sehari-hari, pasti kita akan bertemu dengan rasa senang, sedih, kecewa, dan marah. Saat kita mengajari anak untuk mengenali dan menerima perasaan sesungguhnya yang mereka miliki, baik maupun buruk, mereka akan lebih mudah menghadapi setiap masalahnya. Anak diajarkan untuk jujur dengan apa yang dirasakannya. Lalu belajar untuk mencari solusi atas permasalahannya.


Langkah pertama adalah dengan memandu anak-anak untuk berani jujur kepada dirinya. Mengatakan apa yang dirasakannya. Misalnya, saat anak terluka karena jatuh, dia merasa sakit dan sedih. Alih-alih mengatakan, “Sudah tidak apa-apa nanti juga sembuh!”, kita dapat mengajarinya untuk jujur dengan apa yang dia rasakan.
"Rasanya sakit ya?"
"Kamu sedih karena terjatuh?"

Contoh lain, saat baju kakak dipinjam adik tanpa ijin. Kakak marah dan mencoba memukul adik. Daripada memarahi keduanya karena telah terjadi keributan, kita bisa mengatakan,
"Kakak marah, Adik ambil baju Kakak tidak ijin?
"Kalau marah boleh memukul?"
"Apa yang sebaiknya kamu lakukan?"
Pada awalnya kita yang harus menjelaskan nama emosi yang dirasakannya. Rasa ini namanya marah. Rasa ini namanya sedih. Rasa ini namanya senang. Rasa ini namanya khawatir. Rasa ini namanya kecewa. Seiring waktu anak akan belajar mendeteksi perasaan yang dirasakannya.

Sebagai orangtua, kita juga bisa mengajari anak mengelola emosi agar dirinya tetap tenang sebelum menemukan solusi atas permasalahannya. Misal dengan mengucapkan Istighfar saat marah, sedih, khawatir dan kecewa. Dan mengucapkan Alhamdulillah saat senang. Baru setelah dirinya tenang, emosinya sudah stabil segera mencari solusi atas permasalahannya.

Langkah kedua adalah memandu anak untuk jujur kepada orang lain tentang apa yang dirasakannya. Dan ini bisa dilakukan melalui contoh. Orangtua memberi contoh nyata tentang kejujuran emosional dan membiarkan mereka tahu bahwa tidak masalah merasakan semua emosi yang mereka miliki. 
Misalnya, saat orangtua meminta anak bersegera mandi, sementara anak malah bermain. Orangtua merasa kecewa karena anak tidak mendengarkan nasehatnya. Orangtua mengungkapkan rasa kecewanya kepada anak dengan mengatakan,
"Mama kecewa, Adik tidak mendengarkan Mama"
"Tadi Mama minta Adik bersegera mandi, tapi Adik malah mainan!".
Kita memberi contoh kepada anak untuk berani jujur mengatakan apa yang dirasakan. 

Belajar mengenali dan  menerima semua emosi sejak dini, membuat anak menjadi lebih mudah mengatur strategi bagi semua masalahnya. 
Bila aku marah apa yang sebaiknya kulakukan?
Bila aku kecewa apa yag sebaiknya kulakukan?
Bila aku sedih apa yang sebaiknya kulakukan?
Bila aku senang apa yang sebaiknya kulakukan?

Pun sebaliknya
Bila aku membuat orang lain marah, apa yang sebaiknya kulakukan?
Bila aku membuat orang lain kecewa, apa yang sebaiknya kulakukan?
Bila aku membuat orang lain sedih apa yang sebaiknya kulakukan.

Belajar mengenali dan menerima emosi membuat anak menjadi lebih tenang dalam memghadapi masalah. Selain itu, anak juga belajar berempati kepada orang lain. Latihan dapat kita lakukan setiap hari melalui kejadian sehari hari yang kita alami.
Kudus, 03 September 2018

#Komunitasonedayonepost
#Batch_6
#562 kata



Komentar

Postingan Populer