Menumbuhkan Empati Pada Anak



Sore itu, dari dalam rumah saya mendengar tangisan putri sulungku. Dia berlari ke dalam rumah sambil menangis.
"Mama aku ditinggalin mereka", katanya sambil menangis.
"Aku jatuh", lanjutnya.
"Aku sedih Mama", lanjutnya lagi
"Siapa yang tinggalin kamu?", tanya saya
"Malika sama teman yang satunya", jawabnya.

Rupanya dia menangis bukan karena terjatuh dari sepedanya.  Namun karena saat terjatuh, teman-temannya meninggalkannya.
Saya hanya memeluknya tanpa berkata apapun.
Lalu dia mendongakkan kepalanya dan berkata lagi,
"Mereka tinggalin aku Mama".
"Iya Nak", jawab saya.
"Raisa sedih ya?", lanjut saya
"Iya Mama".
Saya peluk dia semakin erat. Perlahan dia mulai melepaskan pelukan saya. Lalu dia mulai mengalihkan ke pembicaraan lain.
"Ma ayo sholat ke masjid!". Dan dia pun beranjak mengambil mukenanya dan berlari ke masjid.

Ditinggalkan dan meninggalkan adalah hal yang biasa. Seiring waktu dan perjalanan usianya dia akan belajar bahwa ada banyak sekali tipe orang . Ada yang akan pergi meninggalkan mu begitu kamu terjatuh. Ada yang akan tetap tinggal bersamamu dalam kondisi apapun dirimu. Setidaknya hari ini sulungku belajar bahwa ditinggalkan saat kita terjatuh itu tidak enak. Dan semoga dia tidak akan melakukan hal yang sama kepada temannya.

Malam harinya, baru terpikirkan kejadian sore tadi bisa menjadi moment yang tepat untuk mengajarkannya empati. Kami kembali mengobrol.
M :"Sa, tadi sore kamu ditinggal Malika waktu jatuh gimana rasanya?"
R : "Sedih Mama".
M :"Nggak enak ya rasanya?"
R :"Iya Mama".
M :Jadi, besok-besok kalau ada temannya yang jatuh, apa yang Raisa lakukan?"
R :"Ditungguin Mama".
M :"Iya ditunggui dan dibantuin ya!"
R :"Iya Mama".

Esok paginya...
Selesai mereka mandi dan belum memakai baju. Mbak belanja sudah datang. Saya tinggalkan mereka di dalam kamar, takut Mbak belanja nunggu kelamaan. Dari luar saya mendengar Rafifa menangis. Saat saya masuk, di kamar terlihat Rafifa bersandar dibantal sambil menangis. Lalu saya tanyakan kepada Raisa,
M :"Ada apa Ca, kok adik nangis?"
R :"Tadi jatuh Ma,, ikutin aku mau ambil baju di kamar Kung, Terus dia jatuh".
M :"Lalu?"
R :"Aku bantuin dia berdiri, terus aku gendong ke kamar".
M :"Alhamdulillah terimakasih ya Nak, sudah bantu Adik".

Sejak bayi, kita sudah memiliki empati.Empati adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami perasaan orang lain. Empati terletak di sistem limbik otak yang mengontrol ingatan, emosi dan insting. Daniel Siegel, profesor psikologi klinis dari UCLA mengatakan bahwa, “Empati bukanlah kemewahan untuk umat manusia,melainkan keharusan. Kita bertahan bukan karena kita memiliki cakar dan taring yang besar. Kita bertahan karena kita bisa berkomunikasi dan berkolaborasi.

Seorang anak pertama kali belajar empati melalui ibu nya. Dia mencocokkan emosi dan suasana hati ibunya, selanjutnya kepada orang lain. Apapun yang dirasakan oleh ibu, juga dirasakan oleh anak dan akan ditirunya. Oleh karena itu, kontak mata, ekspresi wajah dan nada suara sangat penting pada awal kehidupan seorang anak. Inilah cara merasakan kepercayaan, kelekatan, dan mulai belajar empati.

Selanjutnya, untuk menumbuhkan empati ajarkan anak mengenali perasaannya sendiri. Bisa dilakukan dengan membacakan buku cerita yang mengenalkan beragam emosi. Langkah selanjutnya adalah memperbolehkan mereka menunjukkan perasaan mereka secara penuh. Dengan cara memberi nama emosi yang mereka alami pada peristiwa sehari-hari. Misalnya, saat anak merasa senang, sedih, kecewa maupun marah. Mengembangkan empati pada anak-anak sejak dini dapat membantu mereka menjadi lebih peduli pada sesama.
Kudus, 23 September 2018



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer