Raisa dan Dokter Gigi

Sore hari selepas mandi :
Raisa :"Mama aku boleh minta uang seribu saja?"
Mama : "Mau buat apa Ca?"
Raisa : " Mau buat beli jajan sama temanku, disana lho Ma (sambil tangannya menunjuk suatu arah), jalan kaki sama temanku aku berani kok Ma, boleh Ma?"

Terus terang saya bingung antara ingin membiarkannya mandiri dan tidak ingin mengajarkankannya konsumtif. Saya berpikir sejenak, sementara Raisa terus merajuk.

Raisa :"Boleh ya Ma, dua ribu deng ma, uang beneran ya Ma (karena dia juga punya uang mainan).
Akhirnya setelah berpikir sejenak, saya luluskan permintaasn Raisa dengan syarat, yaitu : berjalan dipinggir dan uangnya hanya boleh untuk membeli biskuit atau roti. Raisa sepakat dengan syarat tersebut.

Berlarian lah dia keluar menemui teman-temannya. Selepas memakaikan baju Rafifa, kami ikut keluar karena saya tidak tega membiarkan Raisa pergi agak jauh dari rumah. Kami duduk-duduk saja di teras masjid sambil mengawasi Raisa dari kejauhan. Agak lama, Raisa menemui saya di teras masjid sambil membawa dua permen. Permen yang selama ini dia idamkan, yang sering dia lihat di iklan atau digambar.

Namun, karena sebelumnya kami sudah sepakat bahwa Mama memberi uang bukan untuk membeli permen. Saya sampaikan, "Maaf Raisa tadi kan kita sudah sepakat kalau uangnya tidak untuk beli permen, hanya boleh untuk beli biskuit dan roti". "Jadi permennya Mama ambil ya!". Tanpa membantah Raisa memberikan permen dan kembalian uangnya, meskipun raut wajah kecewa tak bisa ia sembunyikan. Tak berapa lama dia sudah asyik lagi bermain bersama teman-temannya, dan sejenak melupakan permennya. Permen itu saya simpan.

Cerita tidak berakhir disini...

Ini masih ada kaitannya dengan permen yang dia beli tempo hari. Jadi jauh hari sebelumnya saya pernah mengatakan kepada Raisa bahwa kalau mau makan permen dan coklat harus ke Dokter Gigi dulu, bertanya boleh apa tidak. Hal ini saya sampaikan selain agar dia tidak makan permen dan coklat juga agar dia  mau diperiksa ke dokter gigi.

Akhirnya moment itu tiba...

Raisa memang tidak membantah saat permennya saya ambil. Namun, setibanya di rumah dia terus merajuk untuk diijinkan makan permen atau bahkan sekedar melihat dan memegangnya. Namun saya tetep keukeuh untuk tidak menunjukkan persembunyian permen tersebut. Saya sampaikan kita tanya dokter gigi dulu, boleh apa tidak makan permen. Raisa langsung menjawab, "Ya sudah Ma, besok kita ke dokter gigi ya!"."Tapi gigiku hanya dilihat saja, nggak boleh dicabut!".

Esok harinya, kami ke dokter gigi dekat rumah. Setelah menunggu antrian, akhirnya kami bertiga masuk ke ruangan pemeriksaan. Perawat gigi langsung mengarahkan kami ke ruang periksa gigi. Di ruangan tersebut terdapat banyak alat. Awalnya Raisa enggan karena dia pikir alat-alat itu untuk mencabut giginya, padahal dia maunya hanya dilihat saja giginya oleh dokter gigi. Setelah saya beri pilihan Rafifa dulu apa Raisa dulu akhirnya dia mau. Dengan syarat duduknya dipangku Mama sama seperti Rafifa.

Perawat gigi yang kelihatannya sudah terbiasa menangani anak-anak terlihat begitu luwes berbicara dan membujuk Raisa membuka mulutnya. Setelah giginya dilihat dokter gigi, dokter menyarankan agar gigi Raisa dibersihkan dulu baru ditambal karena lubang giginya sudah cukup dalam.  

Raisa mengikuti setiap instruksi perawat gigi untuk membuka mulut atau untuk berkumur-kumur. Gigi Raisa diolesi cairan yang bisa menunjukkan gigi mana yang sudah disikat bersih dan gigi mana yang belum bersih melalui warna gigi. Jika giginya berwarna pink artinya menyikat giginya kurang bersih. Setelah disikat menggunakan sikat khusus yang berwarna pink, lalu gigi Raisa yang berlubang dibersihkan dengan air yang disemprot. Setelah selesai dibersihkan, perawat gigi mengambil bahan tambalan yang berwarna pink, yang sifatnya hanya sementara. Raisa terlihat senang saat berkaca melihat sebagian giginya berwarna pink. Setelah selesai semua proses penambalan, kami menemui dokter giginya untuk berkonsultasi. Dokter menyarankan pekan depan datang lagi untuk dilakukan penambalan permanen.

Lalu saya menyampaikan kepada Pak dokter bahwa Raisa mau bertanya sesuatu. Tapi tampaknya Raisa malu dan meminta  Mama saja yang bertanya.
Mama :"Pak dokter, kemarin kan Raisa beli permen tapi sama Mama disimpan tidak boleh dimakan, boleh nggak Pak Dokter Raisa makan permen?
Dokter :" Mama sudah benar, permennya disimpan tidak boleh dimakan ya!" Tidak boleh makan permen, coklat sama biskuit biar giginya sehat".
Mendengar jawaban Pak Dokter Raisa hanya terdiam, terlihat raut muka kecewa diwajahnya.
Tapi dia manut, permen itu tak pernah dimakannya dan hari-hari berikutnya dia juga manut saat saya melarangnya makan biskuit dan coklat.

Cerita tentang dokter Gigi belum usai…

Kami sepakat akan menambal giginya secara permanen selepas lebaran. Namun karena jarak waktu yang terlalu lama, kami jadi lupa. Sampai suatu hari setelah makan, Raisa mengeluh giginya sakit. Saya tawarkan untuk ke dokter gigi lagi dan dia bersedia.

Esok harinya kami ke dokter gigi. Tidak menunggu terlalu lama, kami masuk ruang perawatan. Raisa minta pangku saat duduk di kursi perawatan gigi. Dengan sigap mbak perawat membersihkan gigi Raisa. Setelah selesai,nanti dokter gigi yang menambal. Kali ini butuh waktu yang agak lama, tidak seperti saat penambalan smentara waktu itu. Raisa mengeluh rasanya pahit tapi dia tidak menangis. Pak dokter menyegerakan menyelesaikan tambalannya sebelum Raisa menangis. Akhirnya pak dokter memutuskan satu gigi dulu saja yang ditambal karena sudah melihat gelagat tidak nyaman dari Raisa.

Sebelum pulang, dokter memberi pesan mungkin nanti malam agak sedikit panas, ini saya resepkan obat. Diberikan kalau panas saja. Setelah selesai semua prosesnya, kami membayar dikasir. Untuk satu tambalan gigi  dikenakan biaya Rp.150.000. Mbak kasir memberi pujian kepada Raisa. “Wah hebat ya nggak nangis giginya ditambal”. Raisa tersenyum senang mendengar pujian Mbak kasir.
Alhamdulillah, malamnya Raisa tidak panas. Meskipun dia terus meminta minum obatnya karena dia tahu saya membeli obatnya.

Sejak hari itu Raisa lebih menurut jika diberitahu makanan apa yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan.
Kudus, 19 Agustus 2018

#latepost

Komentar

Postingan Populer