Belajar menjadi orangtua sepanjang hayat

Pelajaran dapat kita peroleh dari siapapun, dari manapun dan kapanpun. Termasuk pelajaran parenting. Setiap keluarga unik dan memiliki pengalamannya masing-masing. Dari setiap keluarga, setidaknya kita bisa mendapat satu pelajaran penting yang bisa kita terapkan dalam keluarga kita. Dan pelajaran - pelajaran parenting ini yang saya dapatkan dari beberapa keluarga saat mudik.

Sempat “marah” pada diri sendiri karena tak juga kunjung pintar mengasuh anak meskipun sudah membaca banyak buku. Tak urung membuat saya stres, kecewa dan hampir saja menyerah mendidik dan mengasuh anak-anak sendiri. “Menyerah” dalam artian “Ya sudahlah sebisanya saja, nggak usah aneh-aneh, apa adanya saja”. Terombang - ambing dalam berbagai macam teori pendidikan dan parenting. Yang ini bilang baik, yang sana bilang ini lebih baik. Baiknya ini, baiknya itu. Yang seperti itu salah, baiknya ini. Rasanya apa yang saya lakukan kok gak bener-bener, ada aja kurangnya. Pun ditambah kok saya juga belum bisa “memperlakukan” anak-anak dengan baik. Rasa frustrasi itu kian memuncak  hari demi hari, bingung apa yang harus saya lakukan.

Sampai saya ingat tentang materi Tazkiyatun Nafs dalam buku FBE. Yaitu sebagai orangtua, hal pertama yang harusnya kita lakukan adalah membersihkan diri dan terus berusaha mendekatkan diri kepada Allah agar selalu diberikan petunjuk jalan yang lurus dalam mendidik dan mengasuh anak-anak.

Perlahan Allah mulai memberikan petunjuknya, baik melalui buku-buku yang saya baca maupun saat dipertemukan dengan orang-orang.

“Ayahku (bukan) pembohong” Novel karya Tere Liye yang saya baca sepanjang perjalanan mudik berhasil membuat saya merenung. Pelajaran tentang parenting berhasil dituturkan dengan apik oleh Tere Liye. Novel ini bercerita tentang seorang ayah yang mendidik anaknya melalui dongeng - dongeng yang beliau ceritakan kepada anak lelakinya. Secara tak disadari oleh anaknya, dongeng yang selalu diceritakan sang ayah berhasil membentuk kepribadian si anak menjadi seorang anak yang berkarakter baik. Selain mendidik dengan dongeng, sang Ayah juga menjadi teladan yang baik bagi anaknya dalam kehidupan sehari-hari.

Pelajaran selanjutnya saya dapatkan dari pertemuan saya dengan tetangga dan keluarga saat mudik.

Pelajaran pertama, saya dapatkan dari tetangga. Sore itu kami berkunjung kerumahnya untuk bersilaturahmi. Namun kami hanya bertemu dengan istri dan anak bungsunya saja. Keluarga ini memiliki 4 anak, dengan 2 anak laki-laki yang menjelang baligh. Berceritalah sang istri bahwa suami dan kedua putranya sedang mencari rumput untuk ternaknya. Kedua putranya dibelikan masing-masing satu kambing untuk mereka kelola, dirawat dan diberi makan. Sang Ayah membersamai mereka mencari rumput. Ayah juga memberikan hak dan kewajiban penuh kepada kedua putranya untuk mengelola kambingnya.

Pelajaran kedua, di sore hari yang lain, kami berkunjung ke rumah saudara. Keluarga ini memiliki 3 anak yang masih kecil, dua diantaranya laki-laki. Saat menjelang maghrib, Ayahnya mengajak mereka pergi menggunakan motor. Tadinya saya pikir mereka akan pergi sebentar entah kemana, tapi setelah saya tanya kepada ibunya ternyata mereka pergi ke masjid yang jaraknya agak jauh dari rumah.

Dari novel “Ayahku (bukan) pembohong” dan dua cerita diatas saya mendapatkan pembelajaran bahwa masing-masing keluarga memiliki keunikan dan kelebihan dalam mendidik anak-anaknya. Pembelajaran kedua, lakukan saja apa yang baik yang bisa kamu lakukan sebagai orangtua saat ini, contohkan dan teladankan kepada anak. Pembelajaran ketiga, Ayah adalah sosok penting dalam keluarga, tugas ayah bukan sekedar mencari nafkah tetapi juga mengajarkan dan meneladankan nilai-nilai hidup bagi anaknya.

Sebagai orangtua, kita semua tentu berharap yang terbaik untuk anak. Berharap dapat selalu memberikan yang terbaik untuk anak termasuk pendidikan. Namun adakalanya harapan itu terlalu tinggi dengan melakukan hal-hal diluar jangkauan kita dan lupa melihat kedalam diri bahwa diri kita pun sudah diberikan potensi yang luar biasa dalam mendidik anak. Tiap keluarga unik, tiap orangtua unik. Tiap keluarga memiliki kelebihan, tiap orangtua memiliki kelebihan yang bisa jadi sangat berbeda dengan keluarga dan orangtua lain.

Ada orangtua yang lihai mendongeng, dia mendidik anaknya lewat dongeng-dongeng berkualitas.
Ada orangtua yang keahliannya berdagang, dia mendidik anaknya cara berdagang yang amanah.
Ada orangtua yang bisanya berternak, dia mengajarkan tanggungjawab melalui berternak .
Ada orangtua yang karyawan disiplin, dia meneladankan kedisiplinan dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada orangtua yang pekerja keras, dia mendidik anaknya untuk bekerja keras, selalu jujur dan pantang menyerah.


Ada banyak jalan untuk mendidik anak dan hal mendasar yang memang sebaiknya dilakukan orangtua selain Tazkiyatun Nafs adalah bersyukur dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki diri dan keluarga saat ini. Berangkat dari situ kita mulai berbenah terus memperbaiki diri, mencari bekal ilmu dan mempraktekkannya sedikit demi sedikit, melakukan yang terbaik terus menerus. Apa yang baik untuk keluarga sana belum tentu baik untuk keluarga kita. Apa yang sudah dilakukan keluarga sana saat ini mungkin belum mampu kita lakukan karena ilmu kita belum sampai kesana. Syukuri saja kondisi saat ini dan terus berusaha memperbaiki diri.

Tetaplah rendah hati, agar nurani tetap menyala. Orang yang lebih banyak ilmunya, banyak. Tapi tidak ada orang yang lebih sedikit ilmunya, karena sejatinya setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing yang bisa kita jadikan pelajaran. Hanya kesediaan untuk mau menerima dan mau belajar lah yang akan membantu kita menemukannya. Teruslah belajar, belajar apapun, darimanapun dan dari siapapun. Ilmu Allah itu luas. Jangan hanya merasa benar saat ini lalu berhenti belajar. Biarlah Allah menuntun setiap langkah kita untuk menjadi pribadi dan orangtua yang lebih baik.
Kudus, 25 Juli 2018

#Day
##Odopfor99days2018 

Komentar

Postingan Populer