Peran Orangtua Memelihara Fitrah Anak


Adakah anak yang terlahir baik hati? Atau
Adakah anak yang terlahir jahat?

Setiap manusia terlahir membawa fitrah. Fitrah (dalam bahasa arab) yaitu pembawaan sejak lahir, apa yang menjadi kejadian/bawaan manusia sejak lahir. Dalam bahasa yang lebih sederhana fitrah ini adalah potensi-potensi yang ada dalam diri manusia sejak dia lahir.

Menurut psikolog Adriano Rusfi, fitrah anak telah Allah ilhamkan jalan dosa dan jalan taqwa. Seperti termaktub dalam QS Asy-Syam : 7 dan 8,
“Demi jiwa serta penyempurnaan ciptaanNya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya”. Maka, jika anak tiba-tiba memukul padahal tidak pernah diajarkan memukul, maka jangan panik karena Allah telah ilhamkan padanya jalan dosa. Jika anak senang memakai jilbab saat keluar rumah, maka berbahagialah karena Allah telah ilhamkan jalan taqwa.

Senada dengan hal tersebut, menurut Charlote Mason, anak tidak terlahir seratus persen baik meski juga tidak seratus persen buruk. Potensi yang ada dalam diri anak masih bersifat kemungkinan. Sama-sama punya potensi memimpin, ada yang menjadi kepala negara yang adil, ada juga yang menjadi pemimpin kawanan perampok. Sama-sama punya potensi diplomasi, ada yang menjadi perantara perdamaian ada yang menjadi tukang fitnah.


Saya sepakat sekali dengan hal itu, berdasarkan pengamatan saya terhadap anak-anak, pada dasarnya anak memiliki potensi yang baik sekaligus potensi yang buruk. Misalnya Raisa memiliki potensi memimpin yaitu mengatur  dan mengarahkan.  Saat bermain bersama adiknya, potensi tersebut dia gunakan untuk mengatur adiknya harus main ini, duduk disini, tidak boleh ini, harus begini, harus begitu, dan sebagainya. Namun kecenderungannya seringkali memaksakan kehendak, jika adiknya tidak menurut maka dia akan bersuara keras dan akhirnya memukul. Potensi yang dia miliki baik yaitu memimpin, namun cara yang dia gunakan masih harus diarahkan agar dia tahu mana cara yang baik dan mana yang tidak.

Disinilah Charlotte menekankan betapa luar biasa penting peran orangtua dalam membantu anak memilih jalan hidup yang mulia.  Setiap hari anak mendapatkan banyak stimulasi yang beragam. Dari lingkungan sekitar rumahnya, dari sekolah, dari tayangan televisi, bahkan mungkin dari dalam rumahnya sendiri. Ada stimulasi yang positif, namun banyak juga yang negatif. 

Oleh karena itu, menurut Adriano Rusfi untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik sebenarnya sangat sederhana yaitu memelihara fitrah anak. Ya, karena mereka terlahir sudah fitrah, membawa potensi, tugas kita adalah memeliharanya.

Sedangkan menurut Charlotte Masson untuk mendidik dan mengasuh anak, setiap keluarga harus merumuskan filosofi. Setidaknya ada 3 pertanyaan penting yang harus dijawab oleh orangtua. Dan jawaban dari masing-masing orangtua bisa sangat berbeda, tergantung pada visi dan misi keluarga. Namun ketiga pertanyaan tersebut harus dijawab sebelum orangtua mendidik dan mengasuh anak-anak. Menurut Charllote Mason, tiga pertanyaan yang harus dijawab itu adalah,

Pertanyaan pertama, mengapa anak perlu belajar?

Bagi kami, anak perlu belajar agar ia mampu menjalankan perannya  di dunia dengan baik untuk dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Tujuan mendidik anak harus selaras dengan tujuan penciptaan. Menurut Alquran, Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah yang membuat manusia damai dan membuat alam lestari, menjadi imaroh yang memakmurkan bumi, menjadi imama yang memimpin orang yang tunduk pada panggilanNya dan untuk melakukan ibadah hanya kepadaNya (Fitrah Based Education). Agar mampu menjalankan perannya dengan baik, maka dia harus belajar.

Pertanyaan kedua, apakah yang harus ia pelajari ?

Agar mampu menjalankan perannya sebagai makhluk ciptaan Allah yang unik, maka anak harus mengenal siapa dirinya, siapa Tuhannya dan seluruh alam ciptaanNya.
Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar mengenali potensi-potensi yang telah dianugrahkan Allah kepadanya. Setelah mengenal, selanjutnya berusaha mengoptimalkan potensi yang telah diberikan Allah dan menggunakannya untuk kebermanfaatan dirinya, orang lain dan sesama.

Belajar mengenal Tuhannya, berarti dia belajar siapa yang menciptakannya dan untuk apa dia diciptakan. Setelah dia mengenal Tuhan yang menciptakannya, maka akan tumbuh rasa sayang dan cinta, selanjutnya tumbuh kerelaan untuk mematuhi perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya.

Mengenal alam ciptaanNya beserta isinya, yaitu manusia, tumbuhan dan binatang. Dengan mengenal, maka akan tumbuh rasa sayang, rasa saling menghargai, merawatnya dan menjaganya dengan baik.

Pertanyaan ketiga, bagaimana dia sepatutnya mempelajari itu?

Yaitu dengan cara yang alami lewat interaksinya dengan diri sendiri, dengan orangtuanya, dengan saudaranya, dengan orang lain, dengan alam ciptaan Tuhan. Memasok benaknya dengan ide-ide yang positif inspiratif melalui kitabullah dan buku-buku bermutu, serta melatihnya dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik agar karakter baiknya tumbuh paripurna. Anak-anak bisa belajar dengan cara apapun,dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun.

Maka jika orangtua mampu melihat arah tujuannya dalam mendidik dan mengasuh anak, maka akan bisa memanfaatkan setiap situasi dari kehidupan sehari-hari anak sebagai kesempatan mendidik.

Misalnya saat makan atau minum, mengenalkan bahwa Allah Maha Pemberi Rizki dengan memberikan makanan dan minuman yang kita santap maka kita harus bersyukur kepadanya dengan berdo’a sebelum dan sesudah makan serta menghabiskan makanan yang telah kita ambil.

Saat dalam perjalanan, melihat pemandangan yang indah, belajar bahwa Allah Maha Besar menciptakan dunia beserta isinya, maka kita harus menjaganya dengan baik.

Saat berinteraksi dengan teman, terjadi perselisihan maka anak belajar mengenal rasa kecewa, rasa sedih yang dirasakannya. Maka anak belajar mengenal dirinya.


Saat mandi dan berpakaian yang rapi, anak belajar bahwa Allah menyukai kebersihan dan keindahan. Maka anak belajar menjaga kebersihan dan kerapian dirinya sebagai bentuk rasa syukur dengan menghargai diri sendiri.

Maka setiap hari sepanjang waktu adalah proses pendidikan, dimanapun, kapanpun, bagaimanapun dan dengan siapapun. Baik saat bermain, dalam perjalanan, saat berinteraksi dengan orang lain, saat senang, saat sedih, saat marah, saat sendiri. Dan orangtua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak.
Kudus, 26 Januari 2018

#day8
#ODOPFor99Days2018
#renunganpendidikandanpengasuhan


Komentar

Postingan Populer