Berbeda Pendapat dengan Anak, Why Not?


Suatu pagi saat berganti baju, terjadilah obrolan antara Mama dan Raisa (4y),

Mama : "Ca, maaf itu celananya kebalik, kan sakunya harusnya di belakang!".
Raisa : "Gak papa Ma, begini juga bisa kok, lebih enak buat aku Ma!" (Sambil memasukkan mengeluarkan kedua tangannya kedalam dua buah saku dicelananya).
Mama :"Iya, tapi itu kebalik Raisa, jadinya kan nggak nyaman".
Raisa : "Ngak papa kok Ma, aku nyaman, aku kan punya keinginanku sendiri, nggak papa Ma!"
Mama :"Apa ca, Mama nggak dengar?"
Raisa :"Aku punya keinginanku sendiri Ma, kayak adik juga punya keinginannya sendiri kalau pakai baju".


Ini bukan kejadian pertama, kejadian serupa pernah terjadi, seperti waktu itu,

Mama : "Raisa maaf itu bajunya terbalik, yang ada kancingnya harusnya dibelakang!".
Raisa :"Nggak apa-apa Ma, aku mau kaya gini"'
Mama:"Kenapa? Kan jadinya nggak bagus Ca, ngga enak dilihatnya!".
Raisa :"Nggak apa-apa Ma, aku mau pasang bentik (kancingnya) sendiri.


Saya spechless dengan jawaban Raisa.  Jawaban yang membuat saya bingung untuk menanggapi. Antara ketidakrapian dan keinginan untuk membiarkannya belajar.

Raisa juga sering mendebat dengan kalimat yang pernah saya ucapkan. Kalimat yang sering sekali saya ucapkan saat dia mulai memaksa adiknya untuk memakai baju yang sama atau baju pilihan Raisa untuk adiknya. Padahal adiknya punya pilihan baju sendiri, sehingga menimbulkan selisih pendapat antara mereka berdua. Senjata yang saya pakai adalah kata-kata ini, "Adik punya keinginannya sendiri Ca, jadi nggak apa-apa biarkan saja adik pakai baju itu!".

Dan sekarang kalimat itu menjadi bumerang, mengarah balik ke arah saya. Speechlesh tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, celananya memang terbalik jadi kurang sedap dipandang kata. Tapi disisi lain saya juga ingin menghargai pendapat dan keinginannya.

Alasan yang dia ucapkan juga sangat masuk akal. Dengan saku celana didepan, Raisa lebih mudah mengeluarkan dan memasukkan barang. Dengan kancing di depan, Raisa juga lebih mudah belajar mengancingkan sendiri bajunya. Well...it's oke lah...

Setidaknya hari ini saya belajar dua hal.

Pertama, belajar menghargai keinginan anak yang mungkin sangat tidak sesuai dengan keinginan saya. Yang saya pikir itu baik, namun ternyata anak punya sudut pandang yang berbeda.

Tidak mudah memang menerima sudut pandang yang berbeda dengan anak, karena ada kalanya  saya ingin memaksakan kehendak saja supaya masalah cepat selesai (sering kelepasan juga sih, he...he...). Namun saya ingat sebenarnya saat memaksakan kehendak, justru masalah sedang dimulai bukan malah selesai. Karena saat saya memaksakan kehendak pada anak, yang terjadi adalah, anak merasa tidak dihargai, kemudian anak mulai enggan berinisiatif sehingga kreativitasnya tidak akan muncul. Dan yang paling parah, anak tidak belajar cara menghargai orang lain karena dia sendiri merasa tidak pernah dihargai.

Agar tetap "waras" saat berbeda pendapat dengan anak, ada beberapa hal yang biasa saya lakukan,

Pertama, tenang sambil menata pikiran dan hati. Berusaha untuk tetap berpikir positif. Menghela napas dan mengambil jeda 3 detik sebelum mulai berbicara.

Kedua, setelah dirasa hati dan pikiran sudah tenang, maka hal selanjutnya yang saya lakukan adalah mendengarkan penjelasan anak.

Ketiga, setelah mendengarkan baru deh ambil keputusan. Kalau keputusannya sesuai dengan keinginan anak, maka masalah selesai. Namun jika berbeda, maka...

Keempat, kalau ternyata keputusannya berbeda dengan keinginan anak, maka saya akan menjelaskan dengan detail dan masuk akal sehingga anak bisa menerima keputusan yang saya ambil.

Dengan pola seperti ini, kami berdua sama-sama belajar berdiskusi dengan baik, mengambil keputusan dengan cara musyawarah tanpa emosi.

Kembali ke pembelajaran...

Pembelajaran kedua yang saya dapat dari kejadian diatas, saya belajar untuk lebih berhati-hati dalam bertutur karena bagaimanapun tuturan kita akan kembali kepada kita. Anak akan menggunakan kalimat yang pernah kita ucapkan untuk adu argumentasi dengan kita. Selama tuturan kita baik sih tidak apa-apa, tapi kalau tuturan kita buruk, entahlah apa yang akan terjadi...
Jadi saya harus lebih berhati-hati dalam bertutur dengan anak.

Ingatan anak itu sangat kuat, kadang dia bisa mengingat apa yang pernah saya ucapkan padahal saya sendiri lupa pernah mengucapkannya.
"Lho, Mama dulu kan pernah bilang gini".

 He...He...Mendengar itu kadang saya cengar--cengir sendiri menahan malu. Berusaha untuk terus belajar berkata yang baik dan santun adalah jalan keluarnya. Supaya kalaupun saya adu argumentasi dengan anak tetap bisa dengan kata-kata yang baik, begitupun sebaliknya.

Berbeda pendapat dengan anak tidak selalu buruk. Justru dari perbedaan-perbedaan yang remeh temeh ini kami berdua belajar saling menghargai. Kedepan, saya yakin perbedaan pendapat diantara kami akan semakin kompleks, tapi setidaknya kita berdua sudah belajar bersama cara berdiskusi yang baik dan santun.
Kudus, 18 Desember 2017

#odopforggdays99

Komentar

Postingan Populer