Lomba untuk Anak, Yes or No ?


Beberapa hari lalu, siang-siang saya kedatangan tamu, seorang teman beserta putra-putrinya. Teman saya ini baru saja menjemput anaknya sekolah. Lalu teman saya bercerita tentang anaknya yang sedang sedih karena kalah dalam lomba yang diadakan di sekolah. Selain itu, si anak juga kecewa karena sebenarnya ia ingin mengikuti lomba A tapi ternyata sang guru sudah memilihkan untuknya lomba B. Mendengar ceritanya saya merasa gregel ( terharu) karena anak sekecil ini harus merasakan kesedihan dan kekecewaan yang menurut saya luar biasa mendalam, sesuatu yang sepatutnya tidak dia alami. Saya masih melihat raut kesedihan dan kekecewaan di wajah anak tersebut. Meskipun tak lama kemudian dia sudah asyik bermain bersama-sama, saya yakin kejadian itu dan rasa yang dia rasakan masih ada dalam dirinya (semoga tidak lama, karena dia punya ibu yang luar biasa).

Pengalaman tentang lomba 17 Agustus juga dialami oleh anak saya. Bedanya dia belum terlanjur ikut lomba sama sekali. Di komplek perumahan kami, diadakan lomba-lomba memeriahkan 17 agustus. Pengumuman lomba di share melalui WA, hanya tertuliskan waktu, tempat, jenis lomba dan teruntuk ( bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak). Untuk lomba anak-anak tidak dituliskan kategori usia jadi kami mengira semua usia boleh ikut termasuk Raisa (3y10m).  Saya share pengumuman ini kepada Raisa, dan dia antusias sekali . "Mama, aku mau ikut lomba kelerengnya ya ma?", tanyanya. "Boleh, ada kok disini ca, tapi masih pekan depan ya hari Ahad", jawab saya. Hampir setiap hari, 2-3 kali dia bertanya, kapan lombanya akan berlangsung.

 Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Mulai berkumpullah anak-anak sekomplek segala usia. Panitia lomba meminta mereka berbaris untuk diabsen dan dibentuk kelompok. Saya lihat dari jauh Raisa ikut berbaris. Satu persatu anak dipanggil untuk dibentuk kelompok dan Raisa yang ikut berbaris tidak terpilih. Karena memang ternyata lombanya untuk anak usia yang lebih besar (usia SD). Dari jauh saya sudah melihat raut kekecewaan di wajah Raisa. Saya panggil dia dan saya mulai berbicara dengannya. "Raisa mau ikut lomba?"
"Iya ma".
"Lain kali aja ya nak, ini lombanya untuk mbak-mbak dan mas-mas, tu lihat gak ada anak yang seusia Raisa".
"Iya tapi mau ikut mama, aku mau lomba kelereng".
"Iya nanti pas lomba kelerengnya ada ya, kita nonton dulu aza ya".

Singkat cerita ternyata lomba kelereng tidak diadakan hari itu, tetapi Ahad depan. Saya jelaskan kepada Raisa, dia mau mengerti tapi saya masih menangkap rasa kecewa yang dirasakannya.

Hari berlalu, esoknya sama seperti hari-hari sebelum lomba, setiap hari 2-3 kali sehari Raisa terus bertanya kapan  lomba kelereng diadakan.

Pada hari Ahad yang ditunggu, pagi itu kami bersepeda ke alun-alun , bergembira bersama di car fee day. Saya tidak memperhatikan kalau ternyata lomba diadakan Ahad pagi (karena sebelumnya Ahad sore). Sewaktu kami pulang, ternyata lomba sudah hampir selesai. Saya sampaikan kepada Raisa bahwa lomba sudah hampir selesai, kita ikut lain kali saja ya. Karena saya juga melihat tidak ada anak seusia Raisa yang mengikuti lomba. Raisa mengangguk meskipun dia terlihat kecewa. Sesampainya dirumah kekecewaannya terobati karena teman-temannya main kerumah.

Saya tahu motivasi Raisa mengikuti lomba adalah mendapatkan hadiah, berkumpul dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Sebelumnya dia pernah mengikuti lomba serupa saat masih sekolah, dan dia mendapat hadiah waktu itu. Jadi dia ingin mengulang pengalaman yang menyenangkannya saat itu. Bersyukur pada acara tirakatan (malam 17 Agustus), panitia telah menyiapkan hadiah untuk semua anak. Jadi bukan hanya anak yang menang saja yang mendapat hadiah, tapi semua anak. Salut untuk para panitia.

Sudah jamak dilakukan di manapun di seantero tanah air ini, bahwa setiap peringatan 17 Agustus salah satu acara untuk memeriahkannya adalah dengan diadakannnya lomba-lomba. Di sekolahan, balai RT /RW, komplek perumahan, perkantoran hampir semua tempat mengadakan lomba-lomba. Tujuannya tentu saja untuk memeriahkan, membuat meriah peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Semua kalangan ikut serta, bapak- bapak, ibu-ibu, pemuda-pemudi tak terkecuali anak- anak.

Tentu tidak ada yang salah dengan acara semacam ini selama dikelola dengan baik terutama dengan lomba yang berkaitan dengan anak-anak. Jangan sampai terjadi, lomba yang tujuannya untuk membuat meriah dan senang semua pihak, malah membuat sebagian  anak-anak kita kecewa. Yang paling parah lomba ini menjadi sarana massal "memupus" rasa percaya diri anak, rasa bahwa aku bisa dan mampu.

Menurut psikolog Adriano Rusfi ,  pada anak -anak rentang usia dibawah 7 tahun, tidak ada satupun lomba yang pantas untuk mereka. Pada usia ini bukan usia lomba , bukan usia berkompetisi, bukan usia menang kalah. Ini adalah usia individual, dimana setiap anak adalah pemenang. Tidak ada yang kalah. Mereka tidak siap kalah, mereka tidak pantas kalah dan mereka belum perlu merasakan kekalahan.

Masih menurut Adriano Rusfi, sedangkan usia 7-12 tahun, memang usia lomba. Mereka telah berubah dari periode playing kepada gaming. Mereka sudah mengenal dan perlu diperkenalkan dengan perbandingan dan perbedaan. Sudah saatnya mereka tahu ada yang cepat dan ada yang lebih cepat, sudah saatnya mereka paham, ada yang lemah dan ada yang kuat, sudah saatnya mereka untuk memerima kemenangan dan kekalahan. Tapi, perlombaaan yang cocok untuk mereka adalah fun and happy competition :memperlombakan sebuah permainan dan kelincahan masa kecil, bukan perlombaan yang serius, bukan perlombaan kompetensi atau perlombaan kehebatan.

Jadi, kalaupun memang harus mengadakan lomba untuk anak-anak dibawah usia 7 tahun dalam rangka memeriahkan HUT RI, ada baiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Lomba sebagai bagian dari kegiatan bermain.
Tidak ada kompetisi, tidak ada menang kalah, just for fun. Dan yang terpenting dari event lomba ini adalah keseruan, kesenangan dan kegembiraan anak-anak. Anak-anak senang berkumpul dan bermain bersama dengan teman-temannya.

2. Semua anak adalah pemenang
Dalam lomba pasti ada yang menang dan kalah, yang lebih dulu selesai dan yang terakhir selesai. Tapi untuk anak-anak, semua adalah pemenang. Tidak ada juara 1,2, 3, dan seterusnya. Semua anak menjadi juara.
Misal lomba kelereng, yang sampai garis finis duluan dia adalah juara anak yang tepat waktu, anak yang selanjutnya juara anak yang pantang menyerah, anak yang sampai terakhir digaris finis adalah anak yang teliti dan berhati-hati. Jadi semua anak layak mendapat hadiah.

3. Biarkan anak memilih sendiri
Kalau ada beberapa lomba dalam satu event, biarkan anak memilih lomba yang disukainya. Tawarkan kepada anak dia mau ikut lomba apa. Dengan begini, anak menjadi lebih bersemangat dan mau belajar bertanggungjawab dengan pilihannya.

4. Hargai anak sebagai individu.
Setiap individu itu berbeda dengan individu lain, termasuk anak-anak. Pun dalam event lomba atau bermain. Mungkin ada anak yang ingin menjadi pengamat saja, atau bahkan ada yang ingin mengikuti semua lomba. Biarkan saja, biar mereka belajar menjadi diri mereka sendiri.

So...masih ingin mengadakan lomba untuk anak? It's ok, selama mengikuti kaidah yang baik dan benar. Jangan sampai dihari kemerdekaan ini, justru kita "memupus" kemerdekaan anak-anak untuk percaya diri, untuk menjadi dirinya sendiri, untuk mengembangkan potensi terbaiknya dan untuk menjadi anak yang gembira dan bahagia. Mari kita tanamkan arti kemerdekaan yang sesungguhnya kepada anak-anak.

Dari ibu yang perduli dengan seluruh anak-anak diseluruh Indonesia
Salam sayang...

#RumahSayangAnak
#odopfor99days41

Komentar

Postingan Populer